29 Mar 2013

Ibnu Qoyyim Al Jauziyah : “Apakah Ruh Orang yang Hidup Bisa Bertemu dengan Ruh Orang yang Sudah Wafat?



Ibnu Qoyyim Al Jauziyah : “Apakah Ruh Orang yang Hidup Bisa Bertemu dengan Ruh Orang yang Sudah Wafat?

by Idris Madjidi (Notes) on Tuesday, August 7, 2012 at 1:00pm

Ibnu Qoyyim Al Jauziyah menulis dalam kitabnya yang berjudul “Ar Ruh”, pada bab  “Apakah Ruh Orang yang Hidup Bisa Bertemu dengan Ruh Orang yang Sudah Wafat? :
Bukti dan penguat dari pertanyaan ini terlalu banyak untuk dihitung dan hanya Allohlah yang tahu jumlahnya. Apa yang dirasakan, dilihat dan kenyataan merupakan bukti yang paling akurat tentang hat ini. Roh orang­-orang yang masih hidup dan roh orang-orang yang sudah meninggal bisa saling bertemu, sebagaimana roh di antara orang-orang yang hidup juga bisa saling bertemu. Alloh befirman,
"Alloh memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang tetah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Alloh bagi kaum yang berpikir." (Az-Zumar: 42).
Abu Abdullah bin Mandah menyebutkan, dari Ibnu Abbas, dia berkata berkaitan dengan ayat ini, "Aku mendengar kabar bahwa roh orang-orang yang hidup dan yang sudah meninggal dapat saling bertemu kala tidur, lalu mereka saling bertanya. Kemudian Alloh menahan roh orang yang sudah meninggal dan mengembalikan roh orang-orang yang masih hidup ke jasadnya."
Ibnu Abi Hatim menyebutkan di dalam tafsirnya, dari As-Saddi, tentang firman Alloh, "Orang yang belum mati di waktu tidurnya", bahwa Alloh memegang roh di dalam tidurnya itu, lalu roh orang yang hidup itu bertemu dengan roh orang yang sudah meninggal, lalu mereka saling mengingat dan saling mengenal. Kemudian roh orang yang hidup kembali ke jasadnya di dunia hingga sampai ajalnya, dan roh orang yang sudah meninggal ingin kembali ke jasadnya, tapi ia ditahan."
Inilah salah satu dari dua pendapat tentang ayat ini, bahwa yang ditahan adalah roh orang yang sudah meninggal, dan yang dikembalikan adalah roh yang ditahan karena sedang tidur. Artinya, Alloh menahan roh orang yang sudah meninggal dan tidak mengembalikan ke jasadnya kecuali setelah datangnya hari kiamat, dan roh orang yang tidur ditahan lalu dikembalikan lagi ke jasadnya sampai ajal yang telah ditentukan, lalu roh ini akan ditahan ketika dia meninggal.
Pendapat kedua tentang ayat ini, bahwa yang ditahan dan yang dikembalikan dalam ayat ini adalah roh orang hidup saat tidurnya. Ajal orang yang sudah berakhir seperti yang ditetapkan, maka Alloh menahan roh itu di sisi-Nya dan tidak mengembalikannya ke jasadnya. Sedangkan orang yang ajalnya belum sampai waktu yang ditentukan, Dia mengembalikannya ke jasadnya, sampai ajal yang ditetapkan itu tiba.
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah memilih pendapat yang kedua ini, dan dia berkata, "Begitulah yang ditunjukkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Alloh menyebutkan penahanan roh yang telah ditetapkan untuk menahannya karena sedang tidur. Sedangkan roh yang ditahan-Nya ketika ia meninggal, tidak disifati dengan menahan atau mengembalikan, tapi itu merupakan bentuk ketiga."
Namun yang lebih kuat adalah pendapat pertama. Sebab Alloh mengabarkan dua macam penahanan roh, yaitu: Penahanan besar yang disebut penahanan roh karena meninggal, dan penahanan kecil karena tidur.
Jadi roh bisa dibagi menjadi dua macam:
- Satu macam roh yang ditetapkan kematiannya, lalu ia ditahan di sisi Alloh, yaitu penahanan karena kematian.
- Satu macam roh yang mempunyai sisa hidup hingga waktu yang telah ditentukan, yang dikembalikan ke jasadnya hingga berakhirnya sisa waktu yang telah ditentukan itu.
Alloh menjadikan penahanan dan pengembalian sebagai dua hukum bagi jiwa yang dipegang seperti yang disebutkan dalam ayat itu. Yang ini ditahan dan yang itu dikembalikan. Alloh mengabarkan bahwa jiwa yang belum meninggal adalah yang ditahan-Nya ketika ia tidur. Kalau memang memegang jiwa orang yang tidur itu ada dua macam: Memegang jiwa yang meninggal dan memegang jiwa yang tidur, tentunya Alloh tidak mengatakan, "Orang yang belum mati di waktu tidurnya". Artinya, semenjak jiwa itu dipegang, berarti ia  meninggal. Sementara Alloh mengabarkan bahwa jiwa itu belum mati. Lalu bagaimana mungkin Alloh juga menyatakan setelah itu, "Maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya"
Bagi orang yang sependapat dengan hal ini dapat mengatakan, "Firman Alloh 'Maka Dia tahan jiwa orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya', setelah Alloh memegangnya saat tidur. Yang pertama Alloh memegangnya saat tidur, kemudian menetapkan kematiannya setelah itu. Yang pasti, ayat ini mengandung dua macam penahanan jiwa atau roh, penahanan saat tidur dan penahanan saat mati. Yang satu tetap ditahan di sisi-Nya dan yang lain dikembalikan lagi ke jasadnya. Sebagaimana yang sudah diketahui, Alloh menahan setiap jiwa yang mati, baik yang mati pada saat tidur atau yang mati pada saat terjaga. Namun Dia mengembalikan jiwa orang yang memang belum mati. Firman-Nya, "Alloh memegang jiwa (orang) ketika mati-nya", bisa berarti mati pada saat tidur dan bisa berarti mati pada saat terjaga.
Pertemuan antara roh orang-orang yang hidup dengan roh orang-orang yang sudah meninggal menunjukkan bahwa orang yang hidup bisa melihat orang yang sudah meninggal pada waktu tidur (mimpi), sehingga orang yang hidup bisa mencari kabar dari orang yang sudah meninggal, dan orang yang  sudah meninggal bisa mengabarkan apa yang tidak diketahui orang yang hidup, sehingga kabar itu pun menjadi singkron. Roh orang yang sudah meninggal itu juga bisa mengabarkan apa yang sudah lampau dan yang mendatang. Bahkan boleh jadi ia mengabarkan harta yang pernah dipendamnya di tempat tertentu yang tidak diketahui siapa pun selain dia, atau boleh jadi dia mengabarkan hutang yang belum dilunasinya, lalu ia menyebutkan bukti dan saksi-saksinya.
Yang lebih jauh dari gambaran itu semua, bahwa roh orang yang sudah meninggal bisa mengabarkan suatu amalan yang tidak pernah diketahui siapapun. Yang lebih hebat lagi, ia bisa mengabarkan kepada orang yang hidup, Engkau pernah menemui kami pada waktu ini dan itu", dan memang begitulah kenyataannya. Boleh jadi roh itu mengabarkan beberapa urusan yang .memberikan kepastian kepada orang yang hidup, karena memang tak seorangpun yang mengetahuinya. Telah kami sampaikan kisah Ash-Sha'b bin Jutsamah yang sudah meninggal dunia, dan perkataannya kepada Auf bin Malik. Begitu pula kisah Tsabit bin Qais bin Syammas dan beberapa pengabaran yang disampaikannya kepada orang yang mimpi bertemu dengannya, berkaitan dengan baju besinya dan hutang yang belum dilunasinya
Atsar Mimpi Para Salafus Shalih Bertemu Sahabatnya yang Telah Wafat Dalam Mimpi
Hal serupa terjadi pada kisah Shadaqah bin Sulaiman Al-Ja'fari, pengabaran-pengabaran anaknya kepadanya tentang apa yang dilakukannya setelah dia meninggal dunia, begitu kisah Syabib bin Syaibah dan perkataan ibunya setelah dia meninggal, "Semoga Alloh memberikan balasan kebaikan kepadamu", karena dia telah menalqini ibunya dengan kaliamt La ilaha illaIlah ketika meninggalnya, begitu pula kisah Al-Fadhl bin Al-Muwaffiq beserta anak­nya dan pengabaran-pengabarannya bahwa dia mengetahui kedatangannya.
Sa'id bin Al-Musayyab berkata, "Abdullah bin Salam bertemu dengan Salman Al-Farisy. Masing-masing berkata kepada yang lain, "Jika engkau meninggal lebih dahulu daripada aku, maka temuilah aku dan kabarkanlah kepadaku apa yang engkau dapatkan dari Rabb-mu, dan jika aku mati lebih dahulu daripada dirimu, maka aku akan menemuinya dan mengabarkan hal serupa kepadamu."
"Apakah orang yang sudah meninggal dapat bertemu dengan orang yang masih hidup?" tanya yang lain.
"Benar. Roh mereka ada di surga dan pergi menurut kehendaknya," jawabnya.
Sa'id menuturkan, "Maka setelah Fulan meninggal dunia, dia menemui temannya dalam tidur, seraya berkata, `TawakAlloh engkau dan terimalah kabar gembira, karena aku tidak melihat suatu balasan seperti balasan karena tawakal.".

Al-Abbas bin Abdul-Muththalib berkata, "Aku benar-benar ingin bertemu Umar dalam mimpi. Sebab terakhir aku bertemu dengannya hampir setahun yang lalu. Maka ketika aku benar-benar bermimpi bertemu dengannya, dan dia sedang mengusap keringat di dahinya, dia berkata, "Inilah waktu kosongku. Hampir saja tempat semayamku berguncang, kalau tidak karena aku bertemu orang yang penuh belas kasih".
Ketika Syuraih bin Abid Ats-Tsamali hampir mendekati ajal, Ghidhaif bin Al-Harits masuk ke dalam rumahnya dengan sikap yang amat serius, seraya berkata, "Wahai Abul-Hajjaj, jika engkau bisa menemui kami setelah engkau meninggal dunia lalu engkau mengabarkan apa yang engkau lihat, maka lakukanlah."
Setelah Syuraih merunggal dunia sekian lama, barulah Ghudhaif mimpi bertemu dengannya. Ghudhaif bertanya, "Bukankah engkau benar-benar telah meninggal?"
"Begitulah," jawab Syuraih.
"Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Ghudhaif.
"Rabb kami mengampuni dosa-dosa kami, dan tidak ada yang mendapat kecuali Al-Ahradh," jawab Syuraih.
"Siapa yang dimaksudkan Al-Ahradh itu?" tanya Ghudhaif.
"Orang-orang yang dituding dengan jari orang banyak karena sesuatu," Syuraih.
Abdullah bin Umar bin Abdul-Aziz berkata, "Aku mimpi bertemu ayahku beberapa lama ayah meninggal dunia, yang seakan-akan dia sedang di sebuah taman. Ayah menyodoriku beberapa buah, yang kutakwili sebagai anak. Aku bertanya, "Apa amal yang paling utama menurut apa yang ayah?”
"Istighfar wahai anakku," jawabnya.
Maslamah bin Abdul-Malik mimpi bertemu dengan Umar bin Abdul Aziz setelah dia meninggal dunia. Dia bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, bertanya-tanya bagaimana keadaan engkau setelah meninggal dunia?"
"Wahai Maslamah, inilah waktuku yang kosong. Demi Alloh, aku tidak ada waktu istirahat kecuali saat ini saja," jawab Umar bin Abdul-Aziz..
"Lalu di mana engkau berada wahai Amirul-Mukminin?" tanya Maslamah.
"Aku bersama para pemimpin petunjuk di surga Adn," jawab Umar bin Abdul Aziz.

Shalih Al-Barad berkata, "Aku mimpi bertemu Zararah bin Aufa setelah dia meninggal dunia. Aku bertanya, "Semoga Alloh merahmatimu. Apa yang ditanyakan kepadamu dan apa pula jawabanrnu?"
Karena dia berpaling, aku bertanya lagi, "Apa yang diperbuat Alloh terhadap dirimu?"
Dia menjawab, "Aku dimuliakan karena kemurahan dan kemuliaanNya.­
"Bagaimana keadaan Abul-Ala' bin Yazid, saudara Mutharrif?" tanyaku.
Dia menjawab, "Dia berada di derajat yang tinggi."
"Apa amal yang paling baik di sisi kalian?" tanyaku.
Dia menjawab, "Tawakal dan tidak berangan-angan yang muluk-muluk."
Malik bin Dinar berkata, "Aku mimpi bertemu Muslim bin Yasar setelah dia meninggal dunia. Aku mengucapkan salam kepadanya tapi dia tidak menyahutnya. Aku bertanya, "Mengapa engkau tidak menjawab salamku?"
Dia menjawab, "Aku adalah orang yang sudah mati. Maka bagaimana mungkin aku bisa menyahut salammu?"
"Apa yang engkau temui setelah meninggal dunia?" tanyaku.
"Demi Alloh, aku menemui guncangan dan gempa yang dahsyat."
"Lalu apa setelah itu?" tanyaku.
Dia menjawab, "Mimpi yang kamu alami ini terjadi karena Alloh Yang Maha Pemurah. Dia menertma kebaikan-kebaikan dari kami dan mengampuni kesalahan-kesalahan kami serta menjamin bagi kami kesudahannya."
Setelah itu Malik jatuh dan pingsan dan beberapa hari kemudian dia jatuh sakit yang disusul dengan kematiannya.
 Suhail saudara Hazm berkata, "Aku mimpi bertemu Malik bin Dinar setelah dia meninggal dunia. Aku berkata kepadanya, "Wahai Abu Yahya, aku selalu berpikir, apa yang engkau bawa menghadap kepada Alloh?"
Dia menjawab, "Aku datang sambil membawa dosa yang banyak, lalu dosa-dosa itu diampuni karena baik sangka kepada Alloh."
Setelah Raja’ bin Haiwah meninggal, istri Abid mimpi bertemu dengannya. Maka istri Abid bertanya kepadanya, "Wahai Abu Miqdam, kemanakah kalian menuju?"
Raja' menjawab, "Kepada kebaikan. Tapi setelah meninggalkan kalian, kami kaget dan kami mengira kiamat telah tiba."
"Kalian kaget karena apa?" tanya istri Abid.
Dia menjawab, "Al-Jarrah dan rekan-rekannya masuk surga sambil membawa beban mereka sehingga mereka berjubel di pintu surga."
Jamil bin Murrah berkata, "Mauriq Al-Ajli sudah kuanggap seperti saudara dan sekaligus rekan. Suatu hari aku berkata kepadanya, "Siapa pun di antara kita yang lebih dahulu meninggal, maka dia harus menemui yang lain lalu mengabarkan apa yang dialaminya."
Ternyata Mauriq yang lebih dahulu meninggal. Tak lama setelah itu ia mimpi bertemu dengannya, yang seakan-akan dia menemui kami seperti yang biasa dia lakukan semasa hidupnya. Dia juga mengetuk pintu seperti yang biasa dia lakukan. Istriku berkata, "Aku bangkit untuk membukakan pintu seperti yang biasa kulakukan jika dia datang, lalu kukatakan kepadanya,  wahai Abul-Mu'tamar dan hampirilah pintu saudaramu."
Dia berkata, "Bagaimana aku bisa masuk sementara aku sudah meninggal? Aku datang hanya untuk mengabarkan kepada Jamil tentang apa  diperbuat Alloh terhadap diriku. Beritahukanlah kepadanya bahwa Alloh menempatkan aku di dua kuburan."
Ketika Muhammad bin Sirin meninggal dunia, maka sebagian di antara rekannya ada yang merasakan kesedihan yang amat mendalam. Saat tidur dia dan melihat Muhammad bin Sirin dalam keadaan yang baik, seraya "Wahai saudaraku, aku sudah melihatmu dalam keadaan yang membuatku gembira. Laiu apa yang terjadi dengan Al-Hasan?"
Muhammad bin Sirrin menjawab, “Dia diangkat tujuh puluh derajat di atasku”.
"Mengapa begitu, padahal kami melihat engkau lebih utama dari dirinya?"
Dia menjawab, "Karena kesedihannya yang terus-menerus."
Ibnu Uyainah berkata, "Aku mimpi bertemu Sufyan Ats-Tsauri di dalam tidur. Aku berkata, "Berilah aku nasihat."
Dia berkata, "Buatlah dirimu tidak dikenal manusia."
Ammar bin Saif berkata, "Aku mimpi bertemu Al-Hasan bin Shalih di dalam tidur, lalu kutanyakan kepadanya, "Sejak lama aku berharap dapat bertemu denganmu. Maka apa yang terjadi dengan dirimu, sehingga engkau dapat  mengabarkannya kepada kami?"
Dia menjawab, "Terimalah kabar gembira, karena aku tidak melihat sedikit balasan yang lebih baik dari berbaik sangka terhadap Alloh."
Setelah Dhaigham, seorang ahli ibadah meninggal dunia, maka di antara  rekannya ada yang mimpi bertemu dengannya. Dhaigham bertanya, "Apakah  engkou mendoakan aku?
Maka rekannya menyebutkan alasan dia mendoakannya. Kemudian Dhaigham berkata, "Selagi engkau mendoakan aku, maka keuntungannya akan kembali kepada dirimu sendiri."

Setelah Rabi'ah meninggal, seorang rekannya mimpi bertemu dengannya, dilihatnya dia sedang mengenakan pakaian sutra halus dan sutra tebal. Sementara ketika matinya dia dikafani dengan kain jubah dan kain kerudung  dari wool. Rekannya bertanya, "Apa yang terjadi dengan kain jubah dan kain dari wool yang dulu digunakan sebagai kafanmu?"
Rabi ah menjawab, "Demi Alloh, Dia melepasnya dari badanku lalu menggantinya dengan kain sutra yang engkau lihat ini. Kain kafanku itu disingkirkan dan diikat, lalu dibawa ke Iliyin, agar menjadi sempurna bagiku pada hari kiamat nanti."
Rekannya bertanya, "Untuk itukah engkau berbuat selama di dunia?"
Rabi`ah menjawab, "Yang demikian itu karena aku melihat kemuliaan Alloh yang diberikan kepada wali-wali-Nya."
"Apa yang terjadi dengan Abdah binti Kilab?"
Rabi'ah menjawab, "Tidak, sama sekali tidak. Demi Alloh, dia mengalahkan kami karena mendapatkan derajat yang tinggi."
"Mengapa begitu? Padahal menurut pandangan manusia, engkau lebih banyak beribadah daripada dia."
Rabi'ah menjawab, "Karena dia tidak peduli seperti apa keadaannya di dunia, ketika memasuki pagi atau sore hari."
"Apa yang terjadi dengan Abu Malik?" Yang dimaksudkan adalah Dhaigham.
Rabi'ah menjawab, "Dia dikunjungi Alloh kapan pun yang dikehendaki­Nya."
"Apa yang terjadi dengan Bisyr bin Mansur?"
Rabi'ah menjawab, "Bagus, benar-benar bagus. Demi Alloh, Dia memberinya balasan lebih baik dari apa yang diharapkannya."
"Suruhlah aku untuk mengerjakan sesuatu yang dapat mendekatkan aku kepada Alloh!"
Rabi'ah berkata, "Hendaklah engkau banyak berdzikir kepada Alloh, karena yang demikian itu akan lebih cepat mendatangkan kegembiraan di dalam kuburmu."

Setelah Abdul-Aziz bin Sulaiman, seorang ahli ibadah meninggal dunia, di antara rekannya munpi bertemu dengannya yang mengenakan pakaian warna hijau, dan di atas kepalanya ada mahkota dari mutiara. Temannya bertanya, "Bagaimana keadaanmu setelah meninggalkan kami? Apa yang engkau rasakan setelah meninggal? Bagaimana urusan yang engkau lihat di sana?"
Maka dia menjawab, "Tentang kematian, janganlah engkau tanyakan kekerasan, kesusahan dan kesedihannya. Hanya saja rahmat Alloh melingkupi kami dari segala aib, dan kami tidak mendapatkan kecuali karunia-Nya."

Shalih bin Bisyr berkata, "Setelah Atha' As-Salmy meninggal dunia, aku bermimpi bertemu dengannya dalam tidur. Aku bertanya, "Wahai Abu Muhammad, bukanlah engkau sekarang bersama orang-orang yang sudah meninggal dunia?"
"Begitulah," jawabnya.
"Bagaimana keadaanmu setelah meninggal dunia?"
Dia menjawab, "Demi Alloh, keadaanku baik-baik dan kudapatkan Alloh Maha Pengampun dan menerima syukur."
"Demi Alloh, sewaktu di dunia engkau lebih banyak ditimpa kesedihan."
Dia berkata sambil tersenyum, "Demi Alloh, yang demikian itu justru membuatku dalam ketentraman terus-menerus dan kekal."
"Di derajat manakah engkau sekarang?"
Dia menjawab, "Bersama orang-orang yang diberi nikmat oleh Alloh, dari para nabi, shiddiqin, syuhada' dan shalihin, dan mereka adalah teman yang sebaik-baiknya."

Setelah Ashim Al-Jahdari meninggal dunia, di antara keluarganya ada yang rnimpi bertemu dengannya. Keluarganya itu bertanya, "Bukankah engkau benar-benar sudah meninggal dunia?"
Ashim menjawab, "Begitulah."
"Di mana engkau sekarang?"
Dia menjawab, "Demi Alloh, aku sekarang berada di taman-taman surga hersama beberapa rekanku. Kami berkumpul pada setiap malam Jum'at dan pagi harinya, menemui Bakar bin Abdullah Al-Mazny, untuk mendengar kabar tentang kalian."
"Apakah itu jasad kalian ataukah roh kalian?"
Dia menjawab, "Sama sekali tidak. Jasad telah hancur. Roh kamilah yang saling bertemu."

Murrah Al-Hamdzany biasa sujud lama, sehingga tanah-tanah mengusamkan keningnya. Seteiah dia meninggal dunia, ada seseorang dari keluarganya mimpi bertemu dengannya, dan bekas sujudnya itu seperti bintang kejora. Keluarganya itu bertanya, "Apakah bekas yang menempel di keningmu itu?"
Dia menjawab, "Bekas sujud karena pengaruh tanah itu diberi cahaya.
"Di mana martabatmu di akhirat?”
Dia menjawab, "Di martabat yang baik, suatu tempat tinggal yang penghuninya tidak berpindah dan tidak mati."

Abu Ya'qub Al-Qari berkata, "Kala tidur aku bermimpi seorang laki-laki yang kulitnya sawo matang dan tinggi perawakannya. Banyak orang yang membuntuti di belakangnya. Aku bertanya, "Siapa orang itu?"
Orang-orang itu menjawab, "Dia adalah Uwais Al-Qarni."
Maka aku pun juga mengikuti di belakangnya. Lalu kukatakan kepadanya, "Berilah aku nasihat, semoga Alloh merahmatimu."
Dia menampakkan wajah yang kurang suka kepadaku. Tapi aku berkata lagi, "Aku adalah orang yang mengharap petunjuk. Maka berilah aku petunjuk, semoga Alloh merahmatimu."
Akhirnya dia menghadap ke arahku dan berkata, "Carilah rahmat Alloh dengan mencintai-Nya, waspadailah kemurkaan-Nya saat durhaka kepada­Nya dan janganlah engkau memupuskan harapanmu kepada-Nya pada saat itu." Setelah itu berpaling dan pergi meninggalkan aku.

Ibnus-Sammak berkata, "Aku mimpi bertemu Mas'ar di dalam tidur, lalu kutanyakan kepadanya, "Apakah aural yang paling utama menurutmu?"
Dia menjawab, "Majlis dzikir."

Al-Ajlah berkata, "Aku mimpi bertemu Salamah bin Kuhail di dalam tidur, lalu kutanyakan kepadanya, "Apakah amal yang paling utama menurutmu?"
Dia menjawab, "Shalat malam."
Abu Bakar bin Abu Maryam berkata, "Aku mimpi bertemu Wafa' bin Bisyr setelah dia meninggal dunia. Kutanyakan kepadanya, "Apa yang engkau kerjakan wahai Wafa'?"
Dia menjawab, "Aku selamat setelah melakukan segala upaya." "Amal macam apa yang kalian dapatkan paling utama?" tanyaku. Dia menjawab, "Menangis karena takut kepada Alloh."

Al-Laits bin Sa'd menuturkan dari Musa bin Wardan, bahwa dia mimpi bertemu Abdullah bin Abu Habibah setelah dia meninggal. Abdullah bin Abu Habibah berkata, "Kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukanku diperlihatkan kepadaku. Aku melihat dalam kebaikan-kebaikanku ada yang berupa biji-biji delima. Aku mengambilnya lalu kumakan. Aku melihat dalam keburukan-keburukanku ada yang berupa dua benang sutra dalam kopiahku”.

Sunid bin Daud berkata, "Keponakanku, Juwairiyah bin Asma' memberitahuku, dia berkata, "Dulu ketika kita berada di Abadan, ada seorang pemuda penduduk Kufah dan seorang ahli ibadah yang mendatangi kita. Dia meninggal pada siang hari yang sangat panas. Aku berkata, "Kita berteduh dulu, dan setelah itu kita urus jenazahnya." Pada saat itu aku tertidur, dan aku bermimpi seakan-akan aku berada di sebuah area kuburan. Di area kuburan itu kubah dari mutiara yang bercahaya dan sangat indah. Ketika aku sedang melihatnya, kubah itu terbelah dan dari bagian dalamnya muncul seorang gadis yang kecantikannya belum pernah kulihat yang seperti itu. Gadis itu menghampiriku seraya berkata, "Demi Alloh, janganlah engkau menahan pemuda itu dari hadapan kami hingga waktu zhuhur."
Seketika itu pula terbangun kaget, dan aku langsung mengurus jenazahnya, dan kugali liang kubur di tempat kubah yang kulihat dalam mimpiku dan jasadnya kukuburkan di sana."

Abdul-Malik bin Itab Al-Laitsi berkata, " Aku mimpi bertemu Amir bin Qais di dalam tidur. Aku bertanya kepadanya, "Apa yang diperbuat Alloh terhadap dirimu?"
"Alloh mengampuni dosaku," jawabnya. "Dengan apa Dia mengampunimu?" tanyaku. "Dengan shalat dan puasa," jawabnya.
"Apakah engkau melihat Manshur bin Zadan?"
Dia menjawab, "Sama sekali tidak. Tapi kami melihat istananya dari kejauhan."

Yazid bin Nu'amah berkata, "Ada seorang gadis yang meninggal dunia karena wabah pes yang berjangkit. Ayahnya mimpi bertemu dengannya, seraya bertanya, "Wahai putriku, beritahukanlah kepadaku tentang akhirat."
Gadis itu berkata, "Wahai ayah, aku menghadapi urusan yang agung, yang kita ketahui namun tidak pernah kami amalkan, sedang kalian beramal dan tidak mengetahui. Demi Alloh, satu kali tasbih atau dua kali, satu rakaat atau dua rakaat dalam lembar amalku, lebih aku cintai daripada dunia dan seisinya."

Katsir bin Murrah berkata, "Aku bermimpi dalam tidurku seakan-akan masuk di tingkatan yang tinggi dalam surga. Aku berkeliling di sana dan aku pun terkagum-kagum melihat keadaannya. Tiba-tiba aku bertemu dengan sekumpulan wanita di pojok masjid. Aku mengucapkan salam kepada mereka, lalu kutanyakan, "Dengan apa kalian sampai ke tingkatan ini?
Mereka menjawab, "Dengan sujud dan takbir."

Muzahim, pembantu Umar bin Abdul-Aziz menyebutkan dari Fathimah binti Abdul-Malik, istri Umar bin Abdul-Aziz, dia berkata, "Suatu malam Umar bin Abdul-Aziz terbangun, lalu dia berkata, "Aku baru saja mimpi yang sangat mengagumkan."
"Mimpi apa itu?" tanya istri Umar.
"Aku tidak akan menceritakannya kepadamu kecuali setelah tiba waktu pagi," kata Umar.
Ketika tiba waktu subuh, dia bangun dan shalat, lalu kembali ke tempat duduknya. Istri Umar menuturkan, "Kugunakan kesempatan itu untuk mendekatinya, lalu kukatakan, "Beritahukanlah mimpimu semalam."
Umar berkata, "Aku bermimpi seakan-akan aku diangkat ke suatu tanah yang luas dan hijau, yang seakan-akan itu merupakan permadani yang hijau. Di sana ada sebuah istana bewarna putih yang sepertinya terbuat dari perak. Kemudian ada seseorang yang keluar dari dalam istana itu sambil berseru dengan lantang, "Mana Muhammad bin Abdullah bin Abdul-Muththalib? Mana Rasulullah SAW?" Maka muncul Rasulullah SAW, lalu masuk ke dalam istana itu. Kemudian ada orang lain yang keluar dari dalam istana, lalu berseru dengan suara lantang, "Mana Abu Bakar Ash-Shiddiq? Mana Abu Qahafah?" Maka Abu Bakar muncul lalu masuk ke dalam istana. Kemudian ada orang lain lagi yang keluar dari dalam istana dan berseru, "Mana Umar bin Al-Khaththab?" Maka muncul Umar bin Al-Khaththab lalu masuk ke dalam istana. Kemudian ada orang lain lagi yang keluar dari dalam istana dan berseru, "Mana Utsman bin Affan?" Maka Utsman bin Affan muncul lalu masuk ke dalam istana itu. Kemudian ada orang lain lagi yang keluar dari dalam istana dan berseru, "Mana Ali bin Abu Thalib?" Maka dia muncul lalu masuk ke dalam istana. Kemudian ada orang lain lagi yang keluar dari dalam istana dan berseru, "Mana Umar bin Abdul Aziz?" Lalu Umar berkata, "Maka aku bangkit hingga aku masuk ke dalam istana. Aku mendekat ke arah Rasulullah SAW dan orang-orang yang disebutkan tadi ada di sekeliling beliau. Aku bertanya-tanya di dalam hati, "Di sebelah mana aku harus duduk?" Maka kuputuskan untuk duduk di sebelah Umar bin Al-Khaththab. Ketika aku sedang memeriksa, ternyata Abu Bakar ada di sebelah kanan Rasulullah SAW, dan di sebelah Abu Bakar ada satu orang lagi. Aku bertanya, "Siapakah orang yang ada di antara Abu Bakar dan Rasulullah SAW itu?" Ada yang menjawab, "Dia adalah Isa bin Maryam." Tiba-tiba ada yang berbisik kepadaku, namun antara diriku dan dirinya ada pembatas yang berupa cahaya, "Wahai Umar bin Abdul Aziz, pegangilah apa yang ada pada dirimu selama ini dan teguhkanlah hatimu padanya." Kemudian seakan-akan dia mengizinkan aku untuk keluar. Maka aku pun keluar dari istana itu. Aku menoleh ke belakang, yang ternyata Utsman bin Affan juga ikut keluar dari -sana, seraya berkata, "Segala puji bagi Alloh yang telah menolongku." Kulihat Ali bin Abu Thalib juga keluar dari istana seraya berkata, "Segala puji bagi Alloh yang telah mengampuni aku."

Sa'id bin Abu Urubah menuturkan dari Umar bin Abdul-Aziz, dia berkata,
Aku mimpi bertemu Rasulullah SAW, sementara Abu Bakar dan Umar duduk di sisi beliau. Aku mengucapkan salam lalu ikut duduk. Ketika aku sedang duduk itu muncul Ali dan Mu'awiyah, lalu keduanya dimasukkan ke dalam satu rumah yang pintunya tetap dibuka, sehingga aku bisa melihat. Tak seberapa .ama berselang Ali keluar dari rumah seraya berkata, "Aku telah diberi keputusan oleh Rabbul-Ka'bah." Tak seberapa lama kemudian Mu'awiyah juga keluar dari rumah itu seraya berkata, "Aku telah diampuni Rabbul-Ka'bah."

Hammad bin Abu Hasyim berkata, "Ada seorang laki-laki menemui Umar bin Abdul-Aziz seraya berkata, "Aku mimpi bertemu Rasulullah SAW di dalam tidur, sementara Abu Bakar ada di sisi kanan beliau dan Umar di sisi kiri beliau. Lalu datang dua orang yang saling bertengkar, sementara engkau ada di hadapan dua orang itu sambil duduk. Lalu dikatakan kepada engkau, "Wahai Umar, jika engkau beramal, maka beramAlloh seperti dua orang ini." Yang maksudnya adalah Abu Bakar dan Umar.
Umar bin Abdul-Aziz meminta orang itu untuk bersumpah atas nama Alloh dan bertanya, "Apakah engkau benar-benar mimpi seperti itu?"
Maka orang itu pun bersumpah, dan setelah itu Umar bin Abdul Aziz menangis.

Abdurrahman bin Ghunm berkata, "Aku mimpi bertemu Mu'adz bin Jabal tiga hari setelah dia meninggal. Dia naik di atas punggung kuda yang amat bagus. Sementara di belakangnya ada beberapa orang yang kulitnya putih sambil mengenakan pakaian warna hijau dan mereka juga naik kuda-kuda yang bagus. Mu'adz yang berada di depan berkata, "Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Rabb-ku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan".  Kemudian dia menengok ke arah kiri dan kanan, seraya berkata, "Wahai Ibnu Rawahah, wahai lbnu Mazh'un, segala puji bagi Alloh yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah memberi kepada kami tempat ini, sedang kami diperkenankan menempati tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki. Maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal." Kemudian Mu' adz menyalami aku dan sambil meng-ucapkan salam.

Qubaishah bin Uqbah berkata, "Aku mimpi bertemu Sufyan Ats-Tsauri di dalam tidur setelah dia meninggal dunia. Aku bertanya kepadanya, "Apa yang diperbuat Alloh kepadamu?"
Dia menjawab, "Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Rabb-ku dan Dia befirman kepadaku, 'Selamat datang. Aku ridha kepadamu wahai Abu Sa'id. Kamu biasa mendirikan shalat jika malam sudah merangkak, dengan kata-kata yang sedih dan hati yang pasrah. Maka silahkan pilih istana mana yang kamu inginkan, dan kunjungilah Aku karena Aku tidak jauh darimu'."
Sufyan bin Uyaibah berkata, "Aku mimpi bertemu Sufyan Ats-Tsauri setelah dia meninggal dunia, seakan-akan dia beterbangan di surga dari satu pohon korma ke pohon lainnya, dan dari satu pohon ke pohon korma, seraya berkata, "Untuk kemenangan serupa ini hendaknya berusaha orang-orang yang suka bekerja."
Ada yang bertanya kepadanya, "Dengan apa engkau dimasukkan ke dalam surga?"
Dia menjawab, "Dengan menghindarkan diri dari keduniaan." "Apa yang terjadi dengan Ali bin Ashim?"
Dia menjawab, "Aku tidak melihatnya melainkan seperti bintang."
Syu'bah bin Al-Hajjaj dan Mas'ar bin Kaddam, adalah dua orang penghapal Al-Qur'an dan dua orang yang mulia. Abu Ahmad Al-Buraidi berkata, "Aku mimpi bertemu keduanya, setelah keduanva meninggal dunia. Lalu aku bertanya kepada Syu'bah, "Wahai Abu Bustham, apa yang diperbuat Alloh terhadap dirimu?"
Dia menjawab, "Semoga Alloh melimpahkan taufik kepada dirimu. Ingatlah apa yang kukatakan ini, bahwa Illah-ku menempatkan aku di taman yang memiliki seribu pintu terbuat dari perak dan mutiara. Dia befirman kepadaku, 'Hai Syu'bah, orang yang haus mengumpulkan ilmu dan memperbanyaknya. Kamu mendapatkan nikmat sehingga dapat berdekatan dengan-Ku dan Aku ridha kepadamu dan kepada seorang hamba-Ku yang suka bangun malam, dialah Mas'ar. Aku memberi kesempatan kepada Mas'ar untuk mengunjungi Aku dan akan kubukakan Wajah-Ku Yang Mulia, agar dia dapat memandangnya. Inilah Yang Kuperbuat terhadap orang-orang yang banyak beribadah dan tidak melakukan kemungkaran'.

Ahmad bin Muhammad Al-Labadi berkata, "Aku mimpi bertemu Ahmad bin Hambal dalam tidur. Lalu kutanyakan kepadanya, "Wahai Abu Abdullah, .Apa yang diperbuat Alloh terhadap dirimu?"
Dia menjawab, "Dia mengampuni dosa-dosaku. Kemudian Alloh berfirman, `Hai Ahmad, apakah kamu menganggap-Ku akan menjatuhkan hukuman enam puluh kali cambukan?' Aku menjawab, `Benar wahai Rabb-ku'. Lalu Dia befirman, `Inilah Wajah-Ku. Aku telah membukanya bagimu, maka pandanglah'."

Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Al-Hajjaj berkata, "Aku diberitahu seorang laki-laki dari penduduk Thursus. Dia berkata, "Aku berdoa kepada Alloh agar aku mimpi bertemu dengan orang-orang yang sudah dikubur, sehingga aku bisa bertanya kepada mereka tentang Ahmad bin Hambal, apa yang diperbuat Alloh terhadap dirinya? Maka dua puluh tahun kemudian aku bermimpi dalam tidurku, seakan-akan ahli kubur berdiri di atas kubur mereka, lalu mereka berkata kepadaku, "Hai, engkau berdoa kepada Alloh agar engkau dapat mimpi bertemu dengan kami, lalu engkau akan bertanya kepada kami tentang seseorang yang semenjak dia meninggalkan kalian telah ditempatkan para malaikat di bawah sebatang pohon yang bagus." Abu Muhammad Abdul­ Haqq berkata, "Perkataan ahli kubur ini hanya ingin menggambarkan ketinggian derajat Ahmad bin Hambal dan keagungan kedudukannya, sehingga mereka pun tidak sanggup menggambarkannya secara tepat dan bagaimana keadaannya. Yang pasti, seperti itulah yang dimaksudkan."

Abu Ja'far As-Saqa', rekan Bisyr bin Al-Harits berkata, "Aku mimpi bertemu Bisyr Al-Hafi dan Ma'ruf Al-Kurkhi, yang seakan-akan keduanya mendatangiku. Aku bertanya, "Dari mana?"
Keduanya menjawab, "Dari surga Firdaus. Kami baru saja mengunjungi orang yang pernah diajak bicara oleh Alloh, yaitu Musa."
Ashim Al-Jazri berkata, "Dalam tidurku aku bermimpi seakan-akan aku bertemu Bisyr bin Al-Harits. Maka aku bertanya kepadanya, "Dari mana engkau wahai Abu Nashr?"
Dia menjawab, "Dari Iliyin."
"Apa yang terjadi dengan Ahmad bin Hambal?"
"Saat ini aku meninggalkannya bersama Abdul-Wahhab Al-Warraq ada di hadapan Alloh, yang keduanya sedang makan dan minum," jawabnya.
"Lalu bagaimana dengan dirimu?
Dia menjawab, "Alloh tahu aku kurang suka makanan. Maka Dia mempcrkenankan aku hanya untuk memandangnya saja.,,
Abu Jaifar As-Saga' berkata, "Aku mimpi bertemu Bisyr bin Al-Harits setelah dia meninggal. Aku bertanya kepadanya, "Wahai Abu Nashr, apa yang diperbuat Alloh terhadap dirimu?"
Dia menjawab, "Alloh menyayangiku dan merahmatiku. Dia juga befirman kepadaku,' Wahai Bisyr, sekiranya kamu bersujud kepada-Ku di atas bara api, maka kamu belum memenuhi rasa svukur atas apa yg; Kumasukkan ke dalam hati hamba-hamba-Ku . Lalu Alloh memperkenankan aku untuk  memasuki separoh surga. Maka aku segera masuk ke sana  dari manapun yang kukehendaki, dan Dia berjanji untuk mengampuni dosa orang-orang yang mengiringi jenazahku."
Aku bertanva, "Bagaimana keadaan Abu Nashr At-Tammar”
Dia menjawab, "Dia berada di atas semua manusia karena kesabarannya menerima cobaan dan kemiskinannya."
Abdul-Haqq berkata, "Boleh jadi yang dimaksudkan separoh surga itu adalah separoh kenikmatan-kenikmatan yang ada di dalamnva, karena memang kenikmatan di surga itu ada dua paroh, satu paroh merupakan kenikmatan rohani dan paroh lain merupakan kenikmatan fisik. Pada awal mulanya mereka mereguk kenikmatan rohani. Jika roh sudah dikembalikan ke jasad, maka kenikmatan rohani itu ditambahi dengan kenikmatan fisik." Sedangkan selainnya berkata, "Kenikmatan surga dikaitkan dengan ilmu dan amal. Bagian yang diterima Bisyr ialah karena amal, dan lebih baik dari pada bagannya karena ilmu. Tapi Allohlah yang lebih tahu."

Seseorang yang shalih berkata, "Aku mimpi bertemu Abu Bakar AsvySyibli, yang sedang duduk di sebuah majlis di musim semi di suatu tempat yang biasa dia duduki. Dia menemuiku sambil mengenakan pakaian yang amat bagus. Maka aku bangkit untuk menyambut kedatangannya dan ku ucapkan salam kepadanva. Kemudian aku duduk di hadapannva. Aku bertanva, "Siapakah di antara teman-temanmu yang tempatnya paling dekat denganmu?"
Dia menjawab, "Orang yang paling banyak berdzikir kepada Alloh, yang paling banyak memenuhi hak Alloh dan yang paling cepat mencari keridhaan Nya.'
Abu Abdurrahman As-Sahili berkata, "Aku mimpi bertemu Maisarah bin Sulaim setelah dia meninggal dunia. Aku berkata kepadanya, "Sudah sekian lama engkau tiada."
Dia menimpali, "Perjalanan amat panjang." "Lalu bagaimana kesudahanmu?" tanyaku.
Dia menjawab, "Alloh memberikan keringanan kepadaku karena dulu aku suka memberi fatwa yang meringankan."
"Apa yang bisa engkau perintahkan kepadaku?"
Dia berkata, "Mengikuti atsar dan bersahabat dengan orang-orang yang baik, tentu keduanya bisa menyelamatkan dari neraka dan mendekatkan kepada Alloh."
Abu Ja'far Adh-Dharir berkata, "Aku mimpi bertemu Isa bin Zadan setelah dia meninggal dunia. Aku bertanya kepadanya, "Apa yang diperbuat Alloh terhadap dirimu?"
Dia menjawab, "Aku melihat bidadari-bidadari yang cantik membawa nampan-nampan minuman, bernyanyi sambil berjalan dan bajunya tergerai."
Di antara rekan Ibnu Juraij berkata, "Aku bermimpi seakan-akan aku mendatangi kuburan yang ada di Makkah ini. Aku melihat di semua kuburan ada tendanya. Di atas salah satu kuburannya ada tenda, rumah dari bulu dan pohon bidara. Aku masuk ke dalam tenda itu sambil kuucapkan salam. Ternyata di dalamnya ada Muslim bin Khalid Az-Zanjy. Aku pun mengucapkan salam kepadanya. Aku bertanya, "Wahai Abu Khalid, mengapa di atas kuburan­-kuburan itu ada tendanya, sementara di atas kuburanmu ada tenda, rumah dari bulu dan bidara?"
Dia menjawab, "Sebab aku dulu banyak berpuasa."
"Lalu dimana kuburan Ibnu Juraij dan di mana posisinya? Dulu aku suka duduk-duduk dengannya dan kini aku ingin mengucapkan salam kepadanya."
Dia menjawab, "Di mana kuburan Ibnu Juraij? Dia diangkat ke Iliyin." Katanya sambil memutar-mutar jari telunjuknya.

Hammad bin Salamah mimpi bertemu di antara rekannya yang sudah meninggal. Hammad bertanya kepadanya, "Apa yang diperbuat Alloh terhadap dirimu?"
Rekannya menjawab, "Alloh befirman kepadaku, 'Sudah cukup lama penderitaanmu di dunia, dan kini kupanjangkan ketenangan dan kenikmatanmu."

Pembahasan

Ini merupakan masalah yang panjang dan luas untuk disampaikan di sini. Jika engkau masih sulit untuk mempercayainya, karena itu hanya sekedar mimpi, yang berarti tidak terjaga dari kekeliruan dan kesalahan, maka perhatikanlah baik-baik penuturan seseorang yang mimpi bertemu seorang temannya atau kerabatnya atau siapa pun (yang sudah meninggal dunia), lalu orang yang sudah meninggal itu mengabarkan sesuatu yang tidak diketahui siapa pun kecuali orang yang bermimpi itu, atau dia memberitahukan harta yang disimpannya ketika masih hidup atau memberitahukan sesuatu yang akan terjadi, lalu apa yang diberitahukan itu benar-benar terjadi seperti yang dikatakannya, atau dia mengabarkan ihwal kematiannya atau kematian keluarganya, dan ternyata persis seperti yang dikabarkannya, atau dia mengabarkan sebuah tanah yang subur atau tandus atau tentang musuh, musibah, penyakit atau suatu tujuan, yang kenyataannya persis seperti yang dikabarkannya. Yang demikian ini banyak terjadi, dan hanya Allohlah yang dapat menghitung jumlahnya. Hal ini bisa terjadi pada siapa pun, dan kami melihat yang demikian itu sebagai suatu keajaiban.
Boleh jadi ada orang yang mengatakan, "Itu semua merupakan gambaran ilmu dan keyakinan, yang dialami seseorang yang bersangkutan ketika dirinya terbebas dari segala kesibukan fisik karena dia sedang tidur. Itu semua batil dan mustahil terjadi. Tidak ada satu jiwa pun yang bisa mengetahui urusan­urusan semacam itu, yang dikabarkan orang yang sudah meninggal dunia dan tidak pernah terlintas di dalam benaknya, tanpa ada tanda-tanda dan isyarat, walaupun kami juga tidak mengingkari bahwa sebagian di antaranya memang benar-benar terjadi."
Pernyataan semacam ini tak bisa diterima dan dianggap batil. Memang di antara mimpi ada yang terjadi karena pengaruh bisikan jiwa dan gambaran keyakinan. Bahkan banyak orang yang bermimpi sebagai imbas dari pengaruh lintasan-lintasan hatinya, baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan kenyataan

 Mimpi itu sendiri ada tiga macam:

1. Mimpi yang datangnya dari Alloh.
2. Mimpi yang datangnya dari syetan.
3. Mimpi yang datangnya dari bisikan sanubari.

Mimpi yang benar ada beberapa macam, gambarannya seperti dalam beberapa contoh berikut:
- Semacam ilham yang disusupkan Alloh ke dalam hati hamba. Hal ini berupa bisikan Alloh terhadap hamba-Nya ketika dia tidur, seperti yang dikatakan Ubadah bin Ash-Shamit dan lain-lainnya.
- Mimpi yang disusupkan malaikat yang memang sudah ditugaskan untuk itu.
- Roh orang yang masih hidup bertemu dengan roh orang yang sudah meninggal dunia, baik keluarga, kerabat, rekan atau siapa pun dia.
- Roh yang naik ke hadapan Alloh lalu Alloh befirman kepadanya.
- Roh yang masuk ke dalam surga dan melihat segala sesuatu yang ada di sana.
-  Dan lain-lainnya.
Bertemunya roh orang yang masih hidup dengan roh orang yang sudah meninggal dunia termasuk jenis mimpi yang benar seperti yang dialami banyak orang dan termasuk hat yang dapat dirasakan. Memang ini termasuk masalah vang masih rancu di antara manusia. Ada yang mengatakan bahwa sernua ilmu terpendam di dalam jiwa. Karena kemampuan ilmu hanya berkait dengan alam nyata, maka ia terhalang untuk mengetahui roh. Jika seseorang terbebas dari segala kesibukan karena tidur, maka dia bisa bermimpi menurut latar belakangnya. Karena kebebasannya dari segala kesibukan dan kedekatannya dengan kematian lebih sempurna, maka ilmu dan pengetahuannya dalam hal ini juga lebih sempurna. Dalam hal ini bisa benar dan bisa batil, sehingga tidak bisa ditolak semuanya dan tidak selayaknya diterima semuanya. Kebebasan jiwa untuk melihat berdasarkan ilmu dan pengetahuan, tidak bisa diperoleh tanpa kebebasan itu. Tapi jika jiwa itu benar-benar bebas, maka ia tidak bisa melihat ilmu Alloh yang disampaikan kepada Rasul-Nya secara rinci tentang rasul-rasul dan umat-umat yang terdahulu, tentang hari kiamat, perintah dan larangan, asma' dan sifat, dan lain-lainnya yang memang tidak bisa diketahui kecuali lewat wahyu. Tapi kebebasan jiwa ini bisa membantu pengetahuan tentang semua itu, yang relatif bisa didapatkan dengan cara yang mudah, tanpa harus membawa jiwa kepada aktivitas badan.
Ada pula yang berkata, bahwa ini termasuk ilmu yang disampaikan kepada jiwa secara spontan, tanpa ada sebabnya. Ini merupakan pendapat orang-orang yang biasa mengingkari sebab dan hukum yang lebih kuat. Mereka termasuk orang-orang yang bertentangan dengan syariat, akal dan fitrah.
Ada pula yang berpendapat, mimpi itu merupakan perumpamaan yang disampaikan Alloh kepada hamba-Nya, tergantung dari latar belakang yang dibuat malaikat yang menangani mimpi. Terkadang mimpi itu berupa perumpamaan yang disampaikan, terkadang mimpi yang dialami seseorang dan sesuai dengan kenyataan, berdasarkan ilmu dan pengetahuannya.
Yang terakhir ini merupakan pendapat yang lebih mengena daripada dua pendapat sebelumnya. Tapi mimpi tidak sebatas itu saja. Di sana ada sebab­sebab lain seperti yang sudah disebutkan di atas, yang menggambarkan pertemuan beberapa roh, yang satu mengabarkan kepada yang lain dan pengetahuan roh tentang segala sesuatu tanpa sarana apa pun.
Abu Abdullah bin Mandah menyebutkan di dalam kitab An-Nafsu warRuh, dari hadits Muhammad bin Humaid, kami diberitahu Abdurrahman bin Maghra', dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, dia berkata, "Umar bin Al-Khaththab bertemu Ali bin Abu Thalib, lalu Umar berkata kepadanya, "Wahai Abul-Hasan, boleh jadi engkau tahu dan kami tidak, atau kami yang tahu dan engkau tidak. Tiga hal akan kutanyakan kepadamu, siapa tahu engkau tahu sebagian di antaranya."
"Apa itu?" tanya Ali bin Abu Thalib.
Umar menjawab, "Seseorang mencintai orang lain, padahal orang yang mencintai itu tidak melihat satu kebaikan pun kebaikan pada orang yang dicintainya. Seseorang membenci orang lain, padahal orang yang membenci itu tidak melihat satu pun keburukan pada diri orang yang dibencinya."
Ali berkata, "Benar. Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya roh-roh itu seperti pasukan yang dimobilisir, yang bertemu di tempat terbuka dan mereka pun merasa bosan. Selagi roh-roh itu saling mengenal, maka ia akan bersatu, dan selagi roh-roh itu saling mengingkari, maka ia akan berselisilih ."
Umar berkata, "Itu satu." Lalu dia melanjutkan perkataannya, "seseorang menyampaikan hadits padahal dia lupa, dan justru saat lupa itulah dia menyebutkan hadits tersebut."
Ali berkata, "Benar. Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tidaklah ada di dalam hati-hati itu melainkan ada satu hati yang terhalang mendung seperti mendung yang menghalangi rembulan, ketika rembulan itu bersinar. Jika rembulan itu terhalang mendung, maka keadaan menjadi gelap. Jika mendung itu menghilang, maka keadaan menjadi terang. Ketika hati itu hendak memberitahukan, lalu terhalang mendung, maka ia menjadi lupa. Jika mendung itu menyingkir, maka ia menjadi ingat kembali."
Umar berkata, "Itu yang kedua." Lalu dia melanjutkan perkataannya, "seseorang bermimpi, di antara mimpinya itu ada yang benar cdan ada pula yang dusta."
Ali berkata, "Benar. Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, Tidaklah seseorang tidur lelap, melainkan rohnya dibawa ke 'Arsy. Yang tidak bangun sebelum tiba di 'Arsy, maka itulah mimpi yang benar. Sedangkan yang bangun sebelum tiba di 'Arsy, maka itulah mimpi yang dusta'."
Umar berkata, "Itulah tiga perkara yang selama kucari jawabannya. Segala puji bagi Alloh, sehingga aku mengetahuinya sebelum aku mati."

Baqiyyah bin Khalid berkata, "Kami diberitahu Shafwan bin Amr, dari Sulaim bin Amir Al-Hadhramy, dia berkata, "Umar bin Al-Khaththab berkata, Aku heran terhadap mimpi seseorang, sehingga dia melihat sesuatu yang tidak pernah terlintas di dalam pikirannya, sehingga dia seperti memegang tangan dan melihat sesuatu padahal itu tidak terjadi."
Ali bin Abu Thalib menimpali, "Wahai Amirul-Mukminin, sesungguhnya Alloh telah berirman, 'Alloh memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa ( orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan ."
Ali berkata lagi, "Roh-roh itu dibawa naik ketika tidur, dan apa yang dilihatnya di langit, maka itu adalah benar. Ketika roh itu dikembalikan ke jasadnya, maka syetan menyeretnya ke udara dan mendustakannya. Maka mimpi yang dilihatnya saat itu adalah batil."
Sulaim bin Amir berkata, "Maka Umar bin Al-Khaththab menjadi kagum terhadap perkataan Ali itu."

Menurut Ibnu Mandah, ini merupakan pengabaran yang masyhur dari Shafwan bin Amr dan lain-lainnya, yang juga diriwayatkan dari Abud Darda'.
'Ath-Thabrany menyebutkan dari hadits Ali bin Thalhah, bahwa Abdullah bin Abbas berkata kepada Umar bin Al-Khaththab, "Wahai Amirul-Mukminin, ada beberapa masalah yang ingin kutanyakan kepadamu."
"Bertanyalah semaumu," kata Umar.
"Wahai Amirul-Mukminin, karena apa seseorang ingat? Karena apa seseorang lalai? Karena apa mimpi itu benar? Karena apa mimpi itu dusta?"
Umar menjawab, "Sesungguhnya di atas hati itu ada awan laiknya awan vang menutupi rembulan. Jika awan ini menutupi hati, maka hati anak Adam menjadi lalai. Jika awan itu hilang, maka hati menjadi ingat dan tidak lalai. Lalu karena apa mimpi itu menjadi benar dan dusta? Sesungguhnya Alloh telah befirman, “Alloh memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa(orang) yang belum mati di waktu tidurnya'. Siapa yang jiwa atau rohnya masuk ke kerajaan langit, maka itu adalah mimpi yang benar dan selagi tidak masuk ke kerajaan langit, maka itu adalah dusta."
Ibnu Luhai’ah meriwayatkan dari Ibnu Utsman bin Nu'aim Ar-Ru'aini, dari Abu Utsman Al-Ashbahy, dari Abud-Darda', dia berkata, "Jika seseorang tidur, maka rohnya dibawa naik sampai ke 'Arsy. Jika roh itu suci, maka ia diperkenankan sujud di sana, dan jika roh itu kotor, maka ia tidak diperkenankan sujud di sana."
Ja'far bin Aun meriwayatkan dari Ibrahim Al-Hijri, dari Abul-Ahrash, dari Abdullah bin Mas'ud, dia berkata, "Sesungguhnya roh itu pasukan yang seakan dimobilisir, yang saling bertemu dan merasa bosan sebagaimana kuda pun yang bisa merasa bosan. Selagi roh-roh itu saling mengenal, maka ia akan bersatu, dan selagi saling mengingkari, maka ia akan berselisih."
Manusia semenjak dahulu hingga sekarang tentu menyadari hal ini dan menyaksikannya. Jamil bin Ma'mar Al-Udzri berkata dalam syairnya,
Waktu siang terus bergolak hingga malamnya
rohku dalam haribaan yang menyatu dengan rohnya.
Jika ada yang berkata, "Orang yang bermimpi dalam tidur bisa berbincang-bincang dengan orang lain yang masih hidup, padahal jarak antara keduanya cukup jauh. Sedangkan orang yang melihat dalam keadaan terjaga, rohnya tidak berpisah dari jasad. Lalu bagaimana roh keduanya bisa saling bertemu?"
Hal ini dapat dijawab, bahwa yang demikian itu boleh jadi merupakan gambaran yang diberikan malaikat berupa mimpi kepada orang yang sedang tidur, atau bisikan sanubari orang yang bermimpi itu sendiri, seperti yang dikatakan Habib bin Aus dalam syairnya,
Waspadai kepalsuan yang mendatangimu
karena bisikan-bisikan yang datang dari hatimu
Boleh jadi ada dua roh yang selaras dan hubungan keduanya amat erat, sehingga yang satu dapat merasakan apa yang dirasakan rekannya, sementara orang lain tidak merasakannya, karena kedekatan hubungan mereka. Biasanya hal ini disertai berbagai kejadian yang aneh.
Maksudnya, roh orang-orang yang masih hidup dapat saling bertemu sebagaimana roh orang yang masih hidup dapat bertemu dengan roh orang yang sudah meninggal.
Di antara orang salaf ada yang berkata, "Sesungguhnya roh-roh itu saling bertemu di angkasa, saling mengenal atau saling mengingat. Malalaikat mimpi mendatangi roh itu dan menampakkan gambaran yang baik atau yang buruk. Alloh telah mengutus seorang malaikat untuk mendatangkan rnimpi yang benar, memberitahukan atau mengilhamkan pengetahuan tentang setiap jiwa, nama dan keadaannya yang berkaitan dengan agama, dunia dan tabiatnya, sehingga tidak ada yang tersamar sedikit pun dalam hat ini dan tidak ada yang meleset. Malaikat itu membawa lembaran ilmu gaib Alloh dari Ummul-Kitab, sesuai dengan kebaikan dan keburukan orang itu, dalam agama dan dunianya. Dia diberi perumpamaan dan gambaran bentuk sesuai dengan kebiasaannya. Terkadang dia diberi kabar gembira dengan suatu kebaikan yang pernah dilakukannya, terkadang dia diberi peringatan dari kedurhakaan yang dilakukannya, terkadang diberi peringatan tentang sesuatu yang tidak disenanginya dan diberi sebab-sebab yang bisa menghindarkan diri darinya, dan hikmah atau kemaslahatan lain yang dijadikanlah Alloh dalam mimpi, sebagai limpahan nikmat dan rahmat dari-Nya, kebaikan dan kemurahan-Nya. Alloh menjadikan salah satu di antara cara-caranya ialah lewat pertemuan beberapa roh, yang kemudian saling mengingatkan. Berapa banyak orang yang bertaubat, menjadi baik dan zuhud di dunia hanya karena mimpi yang dialaminya dalam tidur. Berapa banyak orang yang mendapat harta terpendam hanya karena lewat mimpi."
Dalam kitab Al-Mujalasah karangan Abu Bakar Ahmad bin Marwan Al­ Mlaliki disebutkan dari Ibnu Qutaibah, dari Abu Hatim, dari Al-Ashma'i, dari Al-Mu'tamar bin Sulaiman, dari seseorang yang memberitahukan kepadanya, dia berkata, "Suatu kali kami bertiga mengadakan perjalanan jauh. Ketika salah seorang di antara kami tidur, kami melihat dari hidungnya keluar sesuatu seperti sebuah lampu. Lalu lampu itu masuk ke dalam sebuah gua tak jauh dari tempat kami, keluar lagi dan masuk ke dalam hidung teman kami. Lalu teman kami itu terbangun sambil mengusap-usap mukanya. Dia berkata, "Aku baru saja mimpi vang sangat aneh. Aku melihat di dalam gua itu ada begini dan begitu." Maka kami pun masuk dan kami mendapatkan di dalamnya ada sisa-sisa harta yang terpendam, entah sudah berapa lama."
Abdul-Muththalib juga pernah bermimpi agar datang ke Zamzam. Ketika ke sana, dia mendapatkan harta terpendam.
Inilah Umair bin Wahb yang bermimpi, seakan-akan ada orang yang berkata kepadanya, "Bangunlah dan datanglah ke tempat ini dan itu dari suatu rumah, lalu galilah, niscaya engkau akan mendapatkan harta peninggalan ayahmu." Karena memang ayahnya pernah menimbun harta yang melimpah dan dia keburu meninggal tanpa sempat meninggalkan wasiat tentang harta itu. Maka Umair langsung bangun dari tidurnya dan menggali rumah seperti yang ditunjukkan dalam mimpinya. Ternyata di sana ada sepuluh ribu dirham dan biji emas yang banyak. Dengan uang itu dia bisa melunasi hutangnya dan keadaan keluarganya pun menjadi mapan. Hal itu terjadi setelah dia masuk Islam. Ketika keadaan sudah berubah, putrinya yang paling kecil berkata kepadanya, "Wahai ayah, Rabb kita yang mencintai kita dengan agama-Nya, lebih baik daripada Hubal dan Uzza. Kalau tidak karena ayah masuk Islam, tentu harta benda ini tidak akan ditunjukkan, dan selama-lamanya ayah akan menyembah Hubal."
Ali bin Abu Thalib Al-Qairawany berkata, "Apa yang terjadi pada diri Umair ini dan ditemukannya harta benda yang melimpah lewat mimpi, merupakan kejadian yang amat mengagumkan bagi kami. Pada zaman kami hal seperti ini juga dialami Abu Muhammad Abdullah Al-Bughanisyi, seorang laki-laki yang shalih dan terkenal, karena sering mimpi bertemu dengan roh orang-orang yang sudah meninggal dan juga bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang gaib. Apa yang dialaminya itu diceritakan kepada keluarga dan kerabatnya, sehingga lambat laun dia menjadi terkenal. Suatu kali ada seseorang yang menemuinya, lalu mengadu bahwa seorang sahabat karibnya meninggal tanpa meninggalkan pesan apa pun. Padahal rekannya itu memiliki harta yang banyak tapi tidak diketahui di mana tempatnya. Padahal harta itu bisa dimanfaatkan untuk kebaikan. Maka pada malam itu Abu Muhammad berdoa kepada Alloh, sehingga dia mimpi bertemu dengan orang yang ciri-cirinya sudah disebutkan. Ketika dia menanyakan urusan di atas, maka orang tersebut memberitahukannya."
Berikut ini termasuk peristiwa yang jarang terjadi. Ada seorang wanita tua yang shalih meninggal dunia. Sementara dia hanya menitipkan tujuh dinar kepada seorang wanita teman dekatnya. Wanita yang dititipi itu datang kepada Abu Muhammad dan mengadu tentang apa yang menimpa dirinya. Wanita itu memberitahukan namanya dan nama wanita yang telah meninggal dunia. Keesokannya, wanita itu datang lagi menemui Abu Muhammad, dan Abu Muhammad berkata, "Fulanah berkata kepadamu,'Hendaklah engkau kembali ke rumahku, hitunglah bilangan atap rumahnya sebanyak tujuh kayu, tentu di sana engkau akan mendapatkan uang dinar di dalam kayu yang ketujuh, yang tersimpan di dalam sobekan kain wool'. Maka wanita itu melakukan apa yang diperintahkan kepadanya, dan dia mendapatkan apa yang dikatakan rekannya yang telah meninggal dunia itu
Al-Qairawani juga berkata, "Aku diberitahu seseorang yang kukira dia tidak berdusta, dia berkata, "Aku diupah seorang wanita yang kaya untuk merobohkan rumahnya. Padahal rumah itu dibangun dengan biaya yang mahal dan banyak. Ketika aku sudah mulai merobohkannya, dia menyuruh-ku untuk menghentikannya, juga atas persetujuan beberapa orang di sekitar-nya.
"Ada apa?" aku bertanya.
Wanita pemilik rumah menjawab, "Demi Alloh, kurasa aku tidak perlu merobohkan rumah ini. Ayahku meninggal dunia, padahal dulu dia orang yang kaya raya. Namun begitu kami tidak mendapatkan harta yang banyak. Suatu saat aku berpikir bahwa hartanya dipendam, sehingga aku ingin merobohkan rumah ini, siapa tahu aku mendapatkan harta itu di dalamnya."
Sebagian orang yang hadir di tempat itu berkata, "Engkau kehilangan cara yang paling mudah untuk mengetahui harta itu."
"Apa itu?" tanya wanita pemilik rumah.
"Temuilah Fulan dan mintalah pertolongan kepadanya agar dia mencari jalan keluar dari kisahmu, siapa tahu dia mimpi bertemu dengan ayahmu, sehingga dia bisa menunjukkan di mana hartanya, sehingga engkau tidak berpayah-payah dan tidak repot."
Maka wanita pemilik rumah itu menemui orang yang dimaksudkan lalu kembali lagi menemui kami. Dia mengatakan bahwa dia telah menulis nama dirinya dan nama ayahnya, yang kemudian diserahkan kepada orang tersebut. Keesokan harinya ketika aku hendak memulai kerja, pemilik rumah dan orang tersebut datang, seraya berkata, "Aku mimpi bertemu ayahmu yang mengatakan bahwa harta itu tersimpan di dalam sebuah celukan tanah."
Maka kami menggali tanah seperti yang ditunjukkan dan ternyata di sana ada bungkusan kain yang di dalamnya terdapat harta yang banyak. Kami benar-benar heran dengan kejadian ini. Tapi wanita pemilik rumah menganggap harta itu masih terlalu sedikit. Dia berkata, "Harta ayahku lebih banyak dari bungkusan ini. Maka aku harus menemui orang itu lagi."
Maka wanita pemilik rumah mendatangi orang tersebut dan memohonnya sekali lagi. Pada keesokan harinya orang itu datang dan berkata, "Ayahku berkata agar engkau menggali di bawah kolam besar yang bentuk­nya empat persegi yang dijadikan tempat penyimpanan minyak."
Kami menggali tempat itu dan mendapatkan wadah yang amat besar. Maka wanita pemilik rumah mengambilnya. Tapi rupanya dia belum puas dan masih menginginkan harta yang lain lagi dari peninggalan ayahnya. Ketika dia memintaku untuk memohon pertolongan lagi kepada orang tersebut, namun aku kembali sendirian, maka wanita itu tampak muram dan sedih, seraya berkata, "Orang itu berkata, bahwa dia mimpi bertemu ayah, agar mengatakan kepadaku,'Engkau telah mengambil apa yang ditetapkan. Adapun harta lainnya diduduki Ifrit dari jenis jin, yang menjaganya dan hendak diberikan kepada siapa yang berhak'."
Kisah tentang masalah ini amat banyak. Begitu pula penggunaan suatu obat untuk mengobati penyakit menurut petunjuk mimpi yang dilihat ketika tidur.
Aku (Ibnu Qayyim) diberitahu tidak hanya oleh satu orang saja yang sebenarnya tidak condong kepada Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah, bahwa dia mimpi bertemu dengan Syaikhul-Islam setelah dia meninggal dunia. Dalam mimpinya itu dia bertanya tentang beberapa masalah fara'idh yang dianggapnya rumit, dan juga masalah-masalah lain, yang kemudian dijawab dengan benar oleh Syaikhul-Islam.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa masalah ini bukan termasuk sesuatu yang diingkari kecuali oleh orang yang bodoh dan tidak mengerti masalah roh, hukum-hukum dan keadaannya.

(Demikianlah Tulisan Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia).
----------------------------------------------------+--------------------------------------------------------------------

 

Diskusi :

Tulisan ini adalah diskusi yang berlangsung di Facebook grup Pengajian Al Islam Solo.
Diskusinya cukup menarik dan silahkan pembaca menyimpulkannya sendiri.
 

Ahmad Saiful Hadiningratan kita yg blm nyampe matannya/ redaksi : Imam Bukhory mimpi temu Rosululloh SAW, dan di situ ada kipas......Rosululloh SAW katakan : kamu ( wahai Bukhory) yg akan KIPAS KIPASI hadis doif, palsu, spt hadist, diaku aku sbg hadist.........( narasumber kajin Bukhory) pernah sampaikan, hanya mmg blm sampai...ntah di bab mana......???? makanya pengkaji Bukhiry biasanya dimusuhi kalangan SUFI, atau Pengagum seseorang/ Ulama......krn merekalah yg akan beber " kejumudannya / terlena dlm ahli ibadah namun lupa diharaplan jd ahl;i ilmu.........Allohu A'lam......

Ahmad Saiful Hadiningratan Ahmad Dahlan/ Muhamadiyah, Hasyim Asy;ari, Imam Ghozali (Al islam), Munawwir (krapyak) termasuk sosok yg ahli hadist, hgga selalu menempati shof shof awal di masjid makkah/ cerita nara sumber......jika generasi sekarang : sedikit agak jauh, anggap saja : inilah kekuatan / kelemahan sebuah ormas/ firqoh.........msg msg tentu akan bertahan dg pendapatnya, meski ada kesempatan yg namanya MUSYAWARAH, sbgmana saat Nabi Wafat : para sahabat berunding, krn mmg blm ada syariat bagaimana penggantian pola yg pas thd " leadership nya", spiritual leade nya dll....

Ahmad Nasyith kata "nafs" dan "ruh" dua2 nya digunakan dlm al-qur'an, dalam QS 39:42 tidak disebutkan kata "ruh" ketika difahamai bhw yang di "yatawaffa" oleh Allah adalah "ruh", karena dlm ayat tsb justru disebutkan " yatawaffa al-anfus" ( jamak dari "nafs" adalah "anfus" ), bukan "yatawaffa ar-ruh"

Ahmad Nasyith menurut mas masjid, MIMPI itu apa definisinya ? dan apakah MIMPI bisa terjadi dalam keadaan TERJAGA/SADAR ( tidak sedang TIDUR ).

Ahmad Saiful Hadiningratan mimpi ki kembange turu.......jd g perlu dipusingkan dg mimpi. memang katanya ada mimpi, yg spt nya jd beneran.....inilah mimpi para Nabi Nabi. Bahkan diantara mimpi Nabi Yusuf AS saat bocah dibelakang hari : jadi kenyataan.....
--------------------------
RUH itu bs macem macem, RUH uumumnya mengarah ke Malaikat Jibril.........* tentang lailatul Qodar/ Surah Al Qodr **....atau Ruhul Qudus : Isa Binti Maryam, kalo agama lain istilahkan dg Roh Kudus....../ mau apa apa monggo waelah, yg penting : Ruhul Qudus dlm ajaran Isam beda dg lain lainya.....

Ketika Nabi Muhammad SAW ditanya tentang RUH......?? beliau jawab via wahyu juga : Katakanlah ( Muhammad ) : itu urusan Ku ( Alloh SWT)

--- Yas aluunaka 'Anir Ruuhi, Qulir Ruuhi Min Amri Robbik ------

---------------------------
Kullu Nafsin Dzaaiqutul Mauut : Tiap Tiap yg " berjiwa/ bernafas " pasti/ yakin akan rasakan maut/ mati...........
Tentang RUH ini, kita pernah punya tulisan......ada ahli nuklir UGM yg coba definisikan RUH, malah salah kaprah kabeh...

http://saifulhadiningratan.wordpress.com/2011/11/19/ahli-nuklir-bicara-tentang-ruh.....
saifulhadiningratan.wordpress.com
Saat mengkaji hadist bab ” jenazah ” pada Sohihul Bukhory Nomor : 1338 ( original text/ kitab kuning ), sang Nara Sumber : Ust R. Syukur menceritakan pengalamannya saat seminar di Jogja...

Ahmad Saiful Hadiningratan saya ini kalo tidur, sering " bicara sendiri ", terutama kalo dibangunken.........n pasti g sambung sama sing nggugah........bagi yg biasa : g aneh.......biasane tgt dg aktivitas terakhir. Misal spt blogging, bangun bangun : bicara BLOG secara otomatis.........ini beneran n sering....

Ahmad Nasyith Lik, kamsudku ki kalu menyandarkan perkara "mungkinya" roh si mati itu bisa ditemui oleh yg masih hidup itu melalui momentum TIDUR, sebagaimana terjemahan/tafsir dr QS 39:42, lha ini yg pingin sy ajak dulur2 meng"kritisi" dgn jurus njamsarenan "CETITI".

Ahmad Nasyith ngamal syar'i iku syarate kudu SADAR, bahkan orang SADAR tapi belum BALIGH, juga tidak dibenani hukum terkait amal syar'i. Lha kalu sekarang ada HUJJAH dlm hal ushul yg disandarkan pd perkara yg dilakoni oleh orang yg TIDAK SADAR..... kepiye jal..?

Ahmad Nasyith maka apapun yg didapat dlm keadaan TIDAK SADAR, harus di uji dulu dgn dalil ayat & hadits yg difahmai dgn cara atau dalam keadaan SADAR....

Ahmad Saiful Hadiningratan Ibnu Qoyyim : ini khan baru pendapat beliau Yaa......meski kepakarannya diakui ( murid Ibnu Taimiyah ), namun jika tjd ikhtilaaf : jelas sangat may b sekali......

Ahmad Nasyith mungkin ada "plesetan" pemahaman ttg hadits : " ulama itu adalah pewaris Nabi ", sehingga difahami bhw yg diwariskan itu sampai kepada hal2 yg sebenarnya hanya khusus bagi para Nabi, spt dlam hal mimpi nya para Nabi yg tentu berbeda kedudukan dgn mimpi nya orang selain Nabi.

Ahmad Nasyith sampai2 seorang said agil munawar pernah bilang : ""Imam Syafi'i itu khadimus sunnah, nashirussunnah, atau apa saja gelarnya. Itu beliau bisa ketemu Rasulullooh kapan saja, beda dengan kita. Jadi mau ketemu Rasulullooh sekarang, langsung bisa ketemu. Sementara kita minta mimpi-mimpi, tidak ketemu-ketemu. Tidak usah terlalu jauh imam Syafi'i, guru saya saja syaikh Muhammad Yasin 'Isa al-Adhhani yang dikenal itu. Nah .... saya pernah mengalami satu kesulitan, dalam menulis desertasi ada beberapa hadits ketika saya akan tasrih, itu nggak ketemu-ketemu. Saya sampai pusing & mata sudah capek nggak ketemu-ketemu. Akhirnya saya datang ke 'bab' (kediaman) beliau karena memang beliau guru saya dan saya ngajar di Darul Fi'il selama 4 tahun. Dia bilang: 'Ada apa Agil, ada masalah?' Pak Agil menjawab 'Ada', ada 2 hadits yang begini dan begini. Saya sudah cari dan saya sudah capek. Saya mau tanya sama syaikh, apa teks hadits tersebut?' Jawabnya: 'Nanti malam saya nanya sama Rasulullooh . Nanti besok dzuhur ketemu saya disini. Apakah betul beliau pernah mengatakannya, pernah mengucapkannya dan dimana itu adanya nanti saya tunjukkan.' Besoknya saya habis dzuhur ketemu dengan beliau dan mengatakan 'Saya semalam sudah ketemu sama Rasulullooh. Rasulullooh katakan, benar dua hadits beliau ucapkan. Adanya dimana? Coba cari disini dan disini.' Semuanya selesai."

Ahmad Saiful Hadiningratan ada sebagian yg msh percaya dg demikian, misal msh percaya bs temu majlisnya Nabi Khidir ( lihat web nya ponpes waduuhh.......lupa nih, yg ada di Kediri karanglho ). Kyai nya dulu : mimpi temu Hiidir, esoknya bs ngajar tafsir ( saya pernah temu santrinya di sebuah bus antarkota( dan si santri ini percaya saja............kalo dr saudara kita ada : di Lumajang dulu, adik Mas Haris ( ketua Osis ), adiknya setiap ujian selalu mimpi soal yg keluar.......n nilainya 10 r\terus.......akhire malas kuliah, jd guru ( msh hidup/ nggak....??) Allohu A'lam......

Ahmad Saiful Hadiningratan org org tasawwuf : malah anggap Abdul Kadir jaelany bs stop api neraka.......???? ( ceramah tengku Azhar bbrp hari lalu di RDS FM Solo), atau malah bisa temu/ lihat Alloh SWT...........!!!! apa yg dikatakan Said Agil Munawar : perlu uji saja,,,,,,,,,,,kalo saya kok ragu thd tindakan I. Syafei demikian.......

Ahmad Nasyith yen tenan bisa....wis ora usah jero2 le sinau tafsir ambek musthala hadits, asal wis ana sing isa NGIMPI diskusi ambek Rasulullah..... beres kabeh.
Tapi terus QS 5:101 tentang himbauan Allah agar tidak memasalahkan hal2 yg justru akan menyulitkan pembahsan, krn jika hal itu ditanyakan ketika wahyu masih diturunkan tentu akan dijelaskan oleh Rasulullah.

Jadi ada masa dimana wahyu sudah tidak turun, dan dilarang untuk membahas hal2 yg justru akan sulit jadinya jika dibahas, krn sudah tidak ada rujukan brp wahyu.

pripun Pak Lik...?

Ahmad Saiful Hadiningratan karomah dsb, insya Alloh masih ada......ada " Walaqod Karromnaa Banii Aaadama.........dst ", atau " Yuqorribunaa Zulfaa "......namun yaah bener statement bhw : jgn banyak nanya bila itu malah SULIT..........bagi yg memang ada STW : semoga full barokah, bagi yg biasa biasa sj ( kaya kayak kita ini ) : sebaiknya mmg tdj perlu mimpi hingga miliki " kekaromahan / kekeramatan ".......ini ceita crita wae, katanya alm. Mbah Abu 'Amr : kalo hujan deras, g nimpa sama sekali saat ke keraton.......!!!!! kata Ummy, tp ya itulah cerita.....org lain anggap itu : Wali atau semacam nya lah......Allohu A'lam

Ahmad Saiful Hadiningratan ada 2 hal :
1... Alloh SWT sdh karomahkan.....pd hamba itu ( mistri/ ghoib )
2....Org Org itu yg mmg tingkat dekatnya melebihi standar ( Yuqorribunaa ) spt lafadz : Ghoffaro, qorroba ( bimakna berkali kali mengampuni, atau berkali kali mendekat )......kalo ini msh visibility nya umum.........sapa mendekat Alloh SWT, DIA akan lbh dekat,,,,,,

Ahmad Nasyith iku ojo2 simbah ngasto payung ning sing mayungi Mbh Ghopar....xixixi

Ahmad Saiful Hadiningratan spt Mbah Kyai Sirath........khan sangat subjektiv sekali, yg pasti : alm Abdusshomad mmg selalu jd sasaran nya Kyai Sirath......selalu minta uang, n selalu minta uang.......saksinya msh ada ( Ummy ). Hobbinya Kyai Sirath, Kidul SMA mmg demikian........mangkanya : bg yg percaya : jgn ditiru, bagi yg tdk percaya : jangan coba coba pingin bs spt itu..

Muhamad Natsir Dalam bahasa Arab, kata ruh mempunyai banyak arti.

Kata روح untuk ruh

Kata ريح (rih) yang berarti angin

Kata روح (rawh) yang berarti rahmat.

Ruh dalam bahasa Arab juga digunakan untuk menyebut jiwa, nyawa, nafas, wahyu, perintah dan rahmat.3 Jika kata ruhani dalam bahasa Indonesia digunakan untuk menyebut lawan dari dimensi jasmani, maka dalam bahasa Arab kalimat
روحانيون * روحاني

Digunakan untuk menyebut semua jenis makhluk halus yang tidak berjasad, seperti malaikat dan jin.4

Dalam al-Qur'an, ruh juga digunakan bukan hanya satu arti. Term-term yang digunakan al-Qur'an dalam penyebutan ruh, bermacam-macam. Diantaranya ruh di sebut sebagai sesuatu:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra': 85)

Hanya saja, ketika ruh manusia diyakini sebagai zat yang menjadikan seseorang masih tetap hidup
الروح انه ما به حياة النفس

atau seperti yang dikatakan al-Farra' [5]
الروح هو الذي يعيش به الإنسان

Serta jawaban singkat al-Qur'an atas pertanyaan itu (lihat QS. Al-Isra': 85), menunjukkan bahwa ruh akan tetap menjadi "rahasia" yang kepastiannya hanya bisa diketahui oleh Allah semata.

Selanjutnya al-Qur'an juga banyak menggunakan kata ruh untuk menyebut hal lain, seperti:

Malaikat Jibril, atau malaikat lain dalam QS. Al-Syu'ara' 193, al-Baqarah 87, al-Ma'arij 4, al-Naba' 38 dan al-Qadr 4.

(الروح الأمين , روح القدس , (والروح الملئكة

Rahmad Allah kepada kaum mukminin dalam QS. al-Mujadalah 22

وأيدهم بروح منه

Kitab suci al-Qur'an dalam QS. Al-Shura 52.6

وكذلك أوحينا إليك روحا من امرنا

Tentang bagaimana hubungan ruh itu sendiri dengan nafs, para ulama berbeda pendapat mengenainya. Ibn Manzur mengutip pendapat Abu Bakar al-Anbari yang menyatakan bahwa bagi orang Arab, ruh dan nafs merupakan dua nama untuk satu hal yang sama, yang satu dipandang mu'anath dan lainnya mudhakkar.7

Makalah berikut ini berusaha menjelaskan beberapa pendapat 'ulama Islam yang berusaha menjelaskan pengertian, kedudukan dan hubungan ruh dengan nafs dalam diri manusia, berdasarkan rentang urutan hidup mereka:
Ibnu Sina (370-428 H/980-1037 M)

Ibnu Sina mendefinisikan ruh sama dengan jiwa (nafs). Menurutnya, jiwa adalah kesempurnaan awal, karena dengannya spesies (jins) menjadi sempurna sehingga menjadi manusia yang nyata. Jiwa (ruh) merupakan kesempurnaan awal, dalam pengertian bahwa ia adalah prinsip pertama yang dengannya suatu spesies (jins) menjadi manusia yang bereksistensi secara nyata. Artinya, jiwa merupakan kesempurnaan awal bagi tubuh. Sebab, tubuh sendiri merupakan prasyarat bagi definisi jiwa, lantaran ia bisa dinamakan jiwa jika aktual di dalam tubuh dengan satu perilaku dari berbagai perilaku8 dengan mediasi alat-alat tertentu yang ada di dalamnya, yaitu berbagai anggota tubuh yang melaksanakan berbagai fungsi psikologis.

Muhamad Natsir Ibnu Sina membagi daya jiwa (ruh) menjadi 3 bagian yang masing-masing bagian saling mengikuti, yaitu

Jiwa (ruh) tumbuh-tumbuhan, mencakup daya-daya yang ada pada manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Jiwa ini merupakan kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanistik, baik dari aspek melahirkan, tumbuh dan makan.



Jiwa (ruh) hewan, mencakup semua daya yang ada pada manusia dan hewan. Ia mendefinisikan ruh ini sebagai sebuah kesempurnaan awal bagi tubuh alamiah yang bersifat mekanistik dari satu sisi, serta menangkap berbagai parsialitas dan bergerak karena keinginan.9

Jiwa (ruh) rasional, mencakup daya-daya khusus pada manusia. Jiwa ini melaksanakan fungsi yang dinisbatkan pada akal. Ibnu Sina mendefinisikannya sebagai kesempurnaan awal bagi tubuh alamiah yang bersifat mekanistik, dimana pada satu sisi ia melakukan berbagai perilaku eksistensial berdasarkan ikhtiar pikiran dan kesimpulan ide, namun pada sisi lain ia mempersepsikan semua persoalan yang bersifat universal.10

Imam Ghazali (450-505 H/1058-1111 M)

Sebagaimana Ibn Sina, al-Ghazali membagi jiwa menjadi tiga golongan, yaitu:

Jiwa nabati (al-nafs al-nabatiyah), yaitu kesempurnaan awal baqgi benda alami yang hidup dari segi makan, minum, tumbuh dan berkembang.

Jiwa hewani (al-nafs al-hayawaniyah), yaitu kesempurnaan awal bagi benda alami yang hidup dari segi mengetahui hal-hal yang kecil dan bergerak dengan iradat (kehendak).

Jiwa insani (al-nafs al-insaniyah), yaitu kesempurnaan awal bagi benda yang hidupdari segi melakukan perbuatan dengan potensi akal dan pikiran serta dari segi mengetahui hal-hal yang bersifat umum.11

Jiwa insani inilah, menurut al-Ghazali di sebut sebagai ruh (sebagian lain menyebutnya al-nafs al-natiqah/jiwa manusia). Ia sebelum masuk dan berhubungan dengan tubuh disebut ruh, sedangkan setelah masuk ke dealam tubuh dinamakan nafs yang mempunyai daya (al-'aql), yaitu daya praktik yang berhubungan dengan badan daya teori yang berhubungan dengan hal-hal yang abstrak. Selanjutnya al-Ghazali menjelaskan bahwa kalb, ruh dan al-nafs al mutmainnah merupakan nama-nama lain dari al-nafs al-natiqah yang bersifat hidup, aktif dan bisa mengetahui.12

Ruh menurut al-Ghazali terbagi menjadi dua, pertama yaitu di sebut ruh hewani, yakni jauhar yang halus yang terdapat pada rongga hati jasmani dan merupakan sumber kehidupan, perasaan, gerak, dan penglihatan yang dihubungkan dengan anggota tubuh seperti menghubungkan cahaya yang menerangi sebuah ruangan. Kedua, berarti nafs natiqah, yakni memungkinkan manusia mengetahui segala hakekat yang ada. Al-Ghazali berkesimpulan bahwa hubungan ruh dengan jasad merupakan hubungan yang saling mempengaruhi.13 Di sini al-Ghazali mengemukakan hubungan dari segi maknawi karena wujud hubungan itu tidak begitu jelas. Lagi pula ajaran Islam tidak membagi manusia dalam kenyataan hidupnya pada aspek jasad, akal atau ruh, tetapi ia merupakan suatu kerangka yang saling membutuhkan dan mengikat; itulah yanmg dinamakan manusia.

Muhamad Natsir Ibn Tufail (Awal abad IV/580 H/ 1185 M)

Menurut Ibn Tufail, sesungguhnya jiwa yang ada pada manusia dan hewan tergolong sebagai ruh hewani yang berpusat di jantung. Itulah faktor penyebab kehidupan hewan dan manusia beserta seluruh perilakunya. Ruh ini muncul melalui saraf dari jantung ke otak, dan dari otak ke seluruh anggota badan. Dan inilah yang yang menjadi dasar terwujudnya semua aksi anggota badan.14

Ruh berjumlah satu. Jika ia bekerja dengan mata, maka perilakunya adalah melihat; jika ia bekerja dengan telinga maka perilakunya adalah mendengar; jika dengan hidung maka perilakunya adalah mencium dsb. Meskipun berbagai anggota badan manusia melakukan perilaku khusus yang berbeda dengan yang lain, tetapi semua perilaku bersumber dari satu ruh, dan itulah hakikat zat, dan semua anggota tubuh seperti seperangkat alat".15
Ibn Taimiyah ( 661-728 H/1263-1328 M)

Ibn Taimiyah berpendapat bahwa nafs tidak tersusun dari substansi-substansi yang terpisah, bukan pula dari materi dan forma. Selain itu, nafs bukan bersifat fisik dan bukan pula esensi yang merupakan sifat yang bergantung pada yang lain.16 Sesungguhnya nafs berdiri sendiri dan tetap ada setelah berpisah dari badan ketika kematian datang.

Ia menyatakan bahwa kata al-ruh juga digunakan untuk pengertian jiwa (nafs). Ruh yang mengatur badan yang ditinggalkan setelah kematian adalah ruh yang dihembuskan ke dalamnya (badan) dan jiwalah yang meninggalkan badan melalui proses kematian. Ruh yang dicabut pada saat kematian dan saat tidur disebut ruh dan jiwa (nafs). Begitu pula yang diangkat ke langit disebut ruh dan nafs. Ia disebut nafs karena sifatnya yang mengatur badan, dan disebut ruh karena sifat lembutnya. Kata ruh sendiri identik dengan kelembutan, sehingga angin juga disebut ruh.17

Ibn Taimiyah menyebutkan bahwa kata ruh dan nafs mengandung berbagai pengertian, yaitu:

Ruh adalah udara yang keluar masuk badan.

Ruh adalah asap yang keluar dari dalam hati dan mengalir di darah.

Jiwa (nafs) adalah sesuatu itu sendiri, sebagaimana firman Allah SWT: ... Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang ... (QS. al-'An'am, 54).

Jiwa (nafs) adalah darah yang berada di dalam tubuh hewan, sebagaimana ucapan ahli fiqih, "Hewan yang memiliki darah yang mengalir dan hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir".

Jiwa (nafs) adalah sifat-sifat jiwa yang tercela atau jiwa yang mengikuti keinginannya.18

Tentang tempat ruh dan nafs di dalam tubuh, Ibn Taimiyah menjelaskan: "Tidak ada tempat khusus ruh di dalam jasad, tetapi ruh mengalir di dalam jasad sebagaimana kehidupan mengalir di dalam seluruh jasad. Sebab, kehidupan membutuhkan adanya ruh. Jika ruh ada di dalam jasad, maka di dalamnya ada kehidupan (nyawa); tetapi jika ruh berpisah dengan jasad, maka ia berpisah dengan nyawa".19

Ibn Taimiyah menyatakan bahwa jiwa (nafs/ruh) manusia sesungguhnya berjumlah satu, sementara al-nafs al-ammarah bi al-su', jiwa yang memerintahkan pada keburukan akibat dikalahkan hawa nafsu sehingga melakukan perbuatan maksiat dan dosa, al-nafs al-lawwamah, jiwa yang terkadang melakukan dosa dan terkadang bertobat, karena didalamnya terkandung kebaikan dan keburukan; tetapi jika ia melakukan keburukan, ia bertobat dan kembali ke jalan yang benar. Dan dinamakan lawwamah (pencela) karena ia mencela orang yang berbuat dosa, tapi ia sendiri ragu-ragu antara perbuatan baik dan buru, dan al-nafs al-mutmainnah, jiwa yang mencintai dan menginginkan kebaikan dan kebajikan serta membenci kejahatan.20

Muhamad Natsir Ibn Qayyim al-Jauziyah (691-751 H/1292-1350 M)

Ibn Qayyim al-Jauziyah Menggunakan istilah ruh dan nafs untuk pengertian yang sama. Nafs (jiwa) adalah substansi yang bersifat nurani 'alawi khafif hayy mutaharrik atau jism yang mengandung nur, berada di tempat yang tinggi, lembut, hidup dan bersifat dinamis. Jizm ini menembus substansi anggota tubuh dan mengalir bagaikan air atau minyak zaitun atau api di dalam kayu bakar. Selama anggota badan dalam keadaan baik untuk menerima pengaruh yang melimpah di atasnya dari jism yang lembut ini, maka ia akan tetap membuat jaringan dengan bagian-bagian tubuh. Kemudian pengaruh ini akan memberinya manfaat berupa rasa, gerak dan keinginan.21

Ibn Qayyim menjelaskan pendapat banyak orang bahwa manusia memiliki tiga jiwa, yaitu nafs mutmainnah, nafs lawwamah dan nafs amarah. Ada orang yang dikalahkan oleh nafs mutmainnah, dan ada yang dikalahkan oleh nafs ammarah.

Mereka berargumen dengan firman Allah:

Wahai jiwa yang tenang (nafs mutmainnah) ...

(QS. Al-Fajr: 27).
Aku sungguh-sungguh bersumpah dengan hari kiamat dan aku benar-benar bersumpah dengan jiwa lawwamah

(QS. al-Qiyamah: 1-2)

Sesungguhnya jiwa itu benar-benar menyuruh kepada keburukan (nafs ammarah)

(QS. Yusuf: 53)

Ibn Qayyim menjelaskan bahwa sebenarnya jiwa manusia itu satu, tetapi memiliki tiga sifat dan dinamakan dengan sifat yang mendominasinya. Ada jiwa yang disebut mutmainnah (jiwa yang tenang) karena ketenangannya dalam beribadah, ber-mahabbah, ber-inabah, ber-tawakal, serta keridhaannya dan kedamaiannya kepada Allah. Ada jiwa yang bernama nafs lawwamah, karena tidak selalu berada pada satu keadaan dan ia selalu mencela; atau dengan kata lain selalu ragu-ragu, menerima dan mencela secara bergantian. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa nafs lawwamah dinamakan demikian karena orangnya sering mencela. Sedangkan nafs ammarah adalah nafsu yang menyuruh kepada keburukan.22

Jadi, jiwa manusia merupakan satu jiwa yang terdiri dari ammarah, lawwamah dan mutmainnah yang menjadi tujuan kesempurnaan dan kebaikan manusia. Sehingga ada kemiripan antara pendapat Ibn Qayyim dengan pendapat Ibn Taimiyah tentang tiga sifat jiwa ini.

Ibn Qayyim juga menjelaskan dan membagi menjadi tiga kelompok kaum filosof yang terpengaruh oleh ide-ide Plato. Ia menyebutkan tiga jenis cinta pada masing-masing kelompok tersebut, yaitu:

Jiwa langit yang luhur (nafs samawiyah 'alawiyah) dan cintanya tertuju pada ilmu pengetahuan, perolehan keutamaan dan kesempurnaan yang memungkinkan bagi manusia, dan usaha menjauhi kehinaan.

Jiwa buas yang penuh angkara murka (nafs sab'iyyah ghadabiyyah) dan cintanya tertuju pada pemaksaan, tirani, keangkuhan di bumi, kesombongan, dan kepemimpinan atas manusia dengan cara yang batil.

Jiwa kebinatangan yang penuh syahwat (nafs hayawaniyyah shahwaniyyah) dan cintanya tertuju pada makanan, minuman dan seks.23

Dari konteks pembicaraan Ibn Qayyim ini, dapat dipahami bahwa ketiga macam jiwa ini bukan berdiri sendiri dan bukan pula berarti jiwa yang yang tiga, tetapi ia merupakan tiga daya untuk satu jiwa.24

Muhamad Natsir Filosof Lain

Al-Nazzam berpendapat bahwa ruh adalah jism dan jiwa. Ia hidup dengan sendirinya. Ia masuk dan bercampur dengan badan sehingga badan tersebut menjadi bencana, mengekang dan mempersempit ruang lingkupnya. Keberadaannya dalam badan adalah untuk menghadapi kebinasaan badan dan menjadi pendorong bagi badan untuk memilih. Seandainya ruh telah lepas dari badan, maka semua aktivitas badan hanyalah bersifat eksidental dan terpaksa.

Al-Jubba'i berpendapat bahwa ruh adalah termasuk jism, dan ruh itu bukan kehidupan. Sebab kehidupan adalah a'rad (kejadian). Ia beranggapan bahwa ruh tidak bisa ditempati a'rad.

Abu al-Hudhail beranggapan bahwa jiwa adalah sebuh definisi yang berbeda dengan ruh dan ruhpun berbeda dengan kehidupan, karena menurutnya kehidupan adalah termasuk a'rad. Ia menambahkan, ketika kita tidur jiwa dan ruh kita kadang-kadang hilang, tetapi kehidupannya masih ada.

Sebagian mutakallimin lain meyakini bahwa ruh adalah definisi kelima selain panas, dingin, basah dan kering. Tetapi mereka berbeda ketika membahas tentang aktivitas ruh. Sebagian berpendapat aktivitas ruh bersifat alami, tetapi sebagian lain berpendapat bersifat ikhtiyari.25
Muhamad Natsir sebagai penutup Dalam filsafat dan tasawuf Islam, di samping istilah ruh dan al-nafs, ditemukan juga istilah al-qalb dan al-'aql. Empat istilah ini tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat ibarat kacang dengan kulit arinya.

Para ulama di atas hampir semua sepakat bahwa pengertian ruh adalah sama dengan nafs (kecuali Abu Hudhail). Hanya saja, ketika mereka berusaha mengupas lebih dalam lagi tentang peran, macam-macam, fungsi ruh dan tujuan penciptaan ruh bagi kehidupan manusia terkesan berbeda. Meskipun perbedaan tersebut amat tipis sekali karena kesemuaan pembahasan diatas saling berkaitan satu dengan yang lainnya yang terkadang pada proses dan fase tertentu mereka mendefinisikannya sama.

Terlepas dari pro dan kontra berbagai pendapat mengenai ruh dan hal-hal yang terkait dengannya, satu hal yang pasti, bahwa kebenaran tentang hakekat dari ruh itu sendiri tetap menjadi rahasia Allah semata dan Ia hanya membukakan sedikit celah pintu bagi manusia untuk mencoba membuka dan menyingkapnya secara utuh.

Muhamad Natsir referensi 3 Ibn Manzur, Lisan al-'Arab, ttp (Dar al-Ma'arif, t.th), 1763-1771. Lihat juga, Ahmad Warson M., Al-Munawwir (Yogyakarta: Pesantren Al-Munawwir, 1984), 1232.
4 Ibn Manzur, Lisan...
5 Edward William Lane, Arabic-English Lexicon (London: Islamic Texts Society Trust, 1984), 1182.
6 Jiwa Dalam Al-Qur'an, 128.
7 Ibn Manzur, Lisan..., 1768.
8 'Uthman, Najati, M., Al-Dirasah al-Nafsaniyyah 'inda al-'Ulama', al-Muslimin, terj. (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), 144.
9 Ibn Sina, Ahwa al-Nafs, ditahkik oleh Ahmad Fuasd al-Ahwani (Kaira: Dar Ihya' al-Kutub al-'Arabiyah, 1952), 258.
10 Ahwa al-Nafs, 62-65.
11 Dewan Redaksi, Ensklopedi Islam vol. 4 (Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve, 1993), 174.
12 Ensiklopedi Islam, 147.
13 Ensiklopedi Islam vol. 4, 176.
14 Ahmad Amin, Hayy bin Yaqzan li Ibn Sina wa Ibn Tufail wa al-Suhrawardi, cet. III (Kairo: Dar al-Ma'arif, 1966), 37-38.
15 Hay bin Yaqwzan, 149.
16 Ibn Taimiyah, Risalah fi al-'Aql wa al-Ruh dalam M. Uthman Najati, al-Dirasah..., 342.
17 Majmu'ah al-Rasail al-Muniriyyah, 1970, 36-37.
18 M. Amin Damej, Majmu'ah al-Rasail al-Muniriyah, juz 2, 1970, 39-41 dimuat dalam al-Dirasah...,343.
19 Al-Dirasah...,47-48.
20 Al-Dirasah...,41
21 Ibn Qayyim al-Jauziyah, Kitab al-Ruh, ditahkikkan oleh Sayyid Jamili, cet. Iv (Bairut: Dar al-Kitab al-'Arabi, 1986), 276.
22 Kitab al-Ruh, 330.
23 Ibn Qayyim al-Jauziyah, Raudah al-Muhibbin wa Nuzah al-Mushtaqin (Kairo: Dar al-Fikr al-'Arabi tt.), 259-287.
24 Ibid, 252-255.
25 Imam Abu Hasan Ali bin Isma'il Anwar (Bandung al-Asy'ari, Maqalat al-Islamiyin wa Ikhtilaf al-Mushallin, terj. Rosihan: Pustaka Setia, 1999), 69-71.
<Cuplikan dari M. Aqim Adlan>
Amin, Ahmad, Hayy bin Yaqzan li Ibn Sina wa Ibn Tufail wa al-Suhrawardi, cet. III, Kairo: Dar al-Ma'arif, 1966.
al-Asy'ari, Imam Abu Hasan Ali bin Isma'il, Maqalat al-Islamiyin wa Ikhtilaf al-Mushallin, terj. Rosihan Anwar, Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Damej, M. Amin, Majmu'ah al-Rasail al-Muniriyah, juz 2, 1970.
al-Jauziyah, Ibn Qayyim, Kitab al-Ruh, ditahkikkan oleh Sayyid Jamili, cet. I, Bairut: Dar al-Kitab al-'Arabi, 1986.
Al-Jauziyah, Ibn Qayyim, Raudah al-Muhibbin wa Nuzah al-Mushtaqin, Kairo: Dar al-Fikr al-'Arabi tt.
Lane, Edward William, Arabic-English Lexicon, London: Islamic Texts Society Trust, 1984.
Manzur, Ibn, Lisan al-'Arab, ttp, Dar al-Ma'arif, t.th..
Mubarok, Achmad, Jiwa dalam Al-Qur'an, Jakarta: Paramadina, 2000.
Najati M. 'Uthman, Al-Dirasah al-Nafsaniyyah 'inda al-'Ulama' al-Muslimin, terj., Bandung: Pustaka Hidayah, 2002.
Othman, Ali Issa, Manusia menurut Al-Ghazali, cet. II, Bandung: Pustaka, 1987.
Redaksi, Dewan, Ensklopedi Islam vol. 4, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1993.
Sina, Ibn, Ahwa al-Nafs, ditahkik oleh Ahmad Fuasd al-Ahwani Kaira: Dar Ihya' al-Kutub al-'Arabiyah, 1952.
Taimiyah, Ibn, Risalah fi al-'Aql wa al-Ruh, tt.
Warson, Ahmad Warson,
Al-Munawwir, Yogyakarta: Pesantren Al-Munawwir, 1984.
Idris Madjidi Wah Mas Muhamad Natsir, penjelasannya panjang sekali. matur nuwun.
Ahmad Nasyith, kan pernah mimpi, jadi tahu dong mimpi itu apa.
Mengenai mimpi bertemu Nabi SAW itu adalah haq berdasarkan hadis sahih a.l :

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb ia berkata; telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab ia berkata; telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin 'Abdurrahman bahwa Abu Hurairah berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa melihatku dalam mimpi maka ia akan melihatku di saat sadar, atau beliau mengatakan, "sekan ia melihatku dalam alam nyata. Dan setan tidak akan dapat menyerupaiku." (HR Abu Daud, hadis no 4369).

Telah menceritakan kepada kami 'Affan telah menceritakan kepada kami Hammad dia adalah Ibnu Salamah, telah mengabarkan kepada kami Ammar dari Ibnu Abbas, ia berkata; Aku pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana yang dili
hat orang dalam mimpi di siang hari, beliau berdiri dengan rambut kusut dan berdebu, beliau membawa sebuah botol yang berisi darah. Aku berkata; "Ayahku dan ibuku sebagai tebusannya, wahai Rasulullah, apakah ini?" Beliau menjawab: "Ini adalah darah Husain dan para sahabatnya, yang aku temukan sejak hari ini." Maka kami mengingat hari itu, kemudian mereka mendapatinya terbunuh pada hari itu. (HR Ahmad hadist no – 2422).

Kalau yg mengaku bermimpi bertemu Nabi itu adalah Ibnu Abbas, maka saya percaya.
Kalau yg mengaku bermimpi bertemu Nabi itu adalah ulama-ulama yg saleh dan tentunya jujur, maka saya percaya.
Kalau yg mengaku bermimpi bertemu Nabi itu adalah seorang politikus, maka saya tidak percaya.

Beberapa ulama yg pendapatnya mirip dg Ibnu Qoyyim, a.l Jalaluddin As Sayuti, Ibnu Katsir, Imam Ghazali dll.
Baca saja postingku di Pengajian Al Islam "Jalaluddin As Sayuti Yg hidup temu yg mati.pdf".
Baca juga tafsir Ibnu Katsir, yg bukan ringkasan tapi aslinya dlm bahasa arab, pada pembahasan ayat 64 Surat An Nisa.
Idris Madjidi Tafsir Ibnu Katsir, yg bukan ringkasan tapi aslinya dlm bahasa arab, pada pembahasan ayat 64 Surat An Nisa (terjemahnya):
Pada suatu hari ketika aku (Al-Utbah) sedang duduk bersimpuh dekat makam Rasulallah saw., tiba-tiba datanglah seorang Arab Badui. Didepan makam beliau itu ia berkata: As-Salamu'alaika ya Rasulallah. Aku mengetahui bahwa Allah telah berfirman : Sesungguhnya jika mereka ketika berbuat dhalim terhadap diri mereka sendiri segera datang kepadamu (hai Muhammad) , kemudian mohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun me mohonkan ampun bagi mereka, tentulah mereka akan mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (An-Nisa: 64). Sekarang aku datang kepadamu ya Rasulallah untuk mohon ampunan kepada Allah atas segala dosaku, dengan syafa'atmu, ya Rasulallah..'. Setelah mengucapkan kata-kata itu ia lalu pergi. Beberapa saat kemudian aku (Al-Utbah) terkantuk. Dalam keadaan setengah tidur itu aku bermimpi melihat Rasulallah saw. berkata kepadaku : Hai Utbah, susullah segera orang Badui itu dan beritahu kan kepadanya bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosanya'.
Ahmad Nasyith Uraian dari Pak Natsir yg sangat detail...subhanallah, baarokallaahulakum.
Kalu membaca uraian ttg istilah ruh & nafs dari Pak Natsir, maka dgn jusrus CETITI sy mencoba membatasi persoalan pd diri manusia saja, dan ada beberapa hal yang perlu dicermati, sbb :

1. rujuk QS 7:172, dalam ayat ini Allah menggunakan istilah NAFS, ketika manusia diambil kesaksianya sebelum manusia dilahirkan ke dunia. setting kejadian ini adalah di alam sebelum alam rahim (kandungan ibu) dan alam dunia.
2. rujuk QS 32:9 , dalam ayat ini Allah menggunakan istilah RUH yg ditiupkan dlm proses kejadian manusia di alam rahim (kandungan ibu), shg dgn adanya RUH itu berfungsilah sama', bashor dan af'idah manusia yg masih dlm alam rahim tsb

dari 2 hal tsb, jika merujuk pd tulisan Pak Natsir maka bisa dimunculkan pertanyaan, apakah RUH yg ditiupkan Allah dlm proses kejadian manusia dlm alam rahim itu adalah NAFS yg dahulunya ketika sblm di alam rahim telah diambil kesaksianya oleh Allah.. jika IYA, maka sesuatu yg ada dlm diri manusia yg ditiupkan Allah itu bisa disebut NAFS atau RUH, krn keduanya adalah sesuatu yg sama.

sampai disini dulu, pripun tanggapan Pak Natsir dan para sederek....?

Idris Madjidi Pada tulisan Ibnu Qoyyim itu, yg dimaksud ruh yg berkumunikasi itu adalah nafs/jiwa. Ruh menyebabkan jiwa dan badan hidup, jin hidup.

Ahmad Nasyith jadi apa Mas majid tetep membedakan antara RUH yg ditiupkan Allah saat kejadian manusia dlm alam rahim, dengan NAFS yg diambil persaksianya oleh Allah di alam sebelum alam rahim..?

Idris Madjidi Banyak ulama salaf yg meyakini bahwa jiwa manusia bisa (memungkinkan) saling berkomunikasi. walaupun antara yg masih hidup di alam lahiriyah dg yg di alam batiniyah/barzakh.
Khabar dari Nabi SAW, baik yg melalui kitab hadis, maupun yg langsung (mimpi atau bukan mimpi), mestinya disikapi sebagaimana ahli hadis menilai suatu hadis. Semua tergantung perawi dan sanadnya. Kalau orang yg mengaku mimpi itu tidak memenuhi syarat sahih, kabar darinya juga tidak sahih.
Khabar dari Nabi SAW itu, tidak menambah ajarannya, tetapi mengingatkan ajarannya yg kita lupakan. Wallohu a'lam.

Idris Madjidi saya sependapat dg Nasith bahwa beda antara ruh dan nafs, sebagaimana telah ditengkan di ayat-ayat yg telah sampeyan sebutkan itu.

Ahmad Nasyith bagaimana untuk mengetahui bhw "sesuatu" itu memang hanya yg "terlupakan" dari ajaran syari'at islam, dan bukan yg "baru" ttg syari'at islam, jika kemudian validasinya terletak/kembali kpd MIMPI orang yg diakui derajatnya yg alim,sholeh, jujur,dll

Idris Madjidi Kalau kita yg awam ini, maka konsultasikan dg ulama yg memenuhi syarat sahih itu, dan pakai akal dan hati yg dimohonkan kpd Alloh spy sehat wal afiat.

Ahmad Nasyith jurus jamsarenan CETITI, sy lakukan dgn tahapan begini lho mas :
1. ada pendapat ttg bisanya ruh org yg hidup dgn orang yg sudah mati berkomunikasi, dan ayat yg menjadi sandaran utama adalah QS 39:42 (sy lari dulu ke ayat nya, sebelum lari ke hadits)
2. QS 39:42 coba sy CErmati,khususnya dari istilah yatawaffa, anfus, dan maut yg digunakan dlm ayat tsb dan termasuk istilah dlm tafsir ttg ayat tsb, yaitu Ruh.
3. definisi istilah2 tsb sy coba gali dgn membaca pendapat pr ulama yg bisa para sederek2 sharing ttg istilah2 tsb. ( spt yg sudah di tuliskan Pak Natsir )

Ahmad Nasyith memang proses CETITI insyallah tidak akan instan, tetapi sy rasa cocok utk dilakukan melalui media pengajian al-islam ini, dimana banyak para sederek yg punya rujukan/link2 pendapat para ulama yg bisa di share via ruang ini

Idris Madjidi ya bagus, silahkan diteruskan.

Ahmad Nasyith kalu mas majid sepakat bhw dlm diri manusia itu ada NAFS dan RUH, yg mana keduanya itu BUKAN sesuatu yg sama, maka setidaknya bisa catat hal sbb :

Sebelum ada di alam rahim, manusia itu adalah NAFS, kemudian ketika di alam rahim terjadi proses penciptaan (kholaqo) manusia ( dlm qur'an digunakan istilah insan & basyar QS 15:26,28 QS 16:4 QS 25:24 QS 32:7, dll ) maka JISM yg terdiri dari darah, tulang, daging, kulit, dll itu kemudian ditiupkan RUH oleh Allah, maka jadilah JISM + RUH itu memiliki sama', bashor & fuad (QS 32:9).

Selama insan/basyar itu di dunia, Allah jg menyebut manusia dgn NAFS (QS 2:9,44,54, 110, dll ). dan ketika sudah tidak di alam dunia Allah menyebut hanya dgn NAFS ( QS 2:48 )

jadi secara sederhana proses perjalanan "manusia" dari istilah yg digunakan al-qur'an bisa diurutkan sbb :

di alam pra-dunia : NAFS ---> di alam dunia : JISM + RUH = INSAN/BASYAR & NAFS ---> di alam pasca dunia : NAFS

jadi yg "selalu" melekat pada makhluk yg namanya manusia itu dr pra dunia, dunia, dan pasca dunia adalah apa yg disebut dlm al-qur'an dgn istilah NAFS

pripun para sederek, mangga dipun galih rumiyin......dan tambahan rujukan serta koreksi sangat diperlukan dlm bahasan ini.

Ahmad Nasyith mengenai JISM manusia yg sudah hancur dan kemudian menjadi pertanyaan sanggahan dari orang yg tidak percaya adanya hari kebangkitan, di dalm al-qur'an tidak dijelaskan dgn tegas bhw memang nanti JISM itu akan dibuatkan lagi oleh Allah ketika di alm pasca dunia, tapi Allah hanya menegaskan bhw kalu hanya untuk mengembalikan JISM yg sudah hancur itu adalah perkara mudah bagi Allah, tapi sy kok blm menemukan ayat yg jelas2 menyebutkan perihal JISM bagi NAFS di alam pasca dunia kelak (QS 36:79, QS 75:3) ..... bisa jadi ada di hadits, tapi skrg ini sy masih fokus dulu ke ayat qur'an nya, biar tidak "pating blasur"

Idris Madjidi Ahmad Nasyith, uraian njenengan dan juga dari Mas Muhamad Natsir itu bagus sekali, saya usulkan sebaiknya dibuat posting tersendiri yg membahas Ruh, Nafs, Jism dan yg terkait.

Ahmad Nasyith mangga Pak Natsir kemawon ingkang ndamel posting ipun...... kula tumut kemawon wonten wingking

Idris Madjidi Monggo Mas Muhamad Natsir. dibuat posting tersendiri yg membahas Ruh, Nafs, Jism dan yg terkait di grup pengajian Al Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar